Pentingnya pendampingan sosial guna mengikis stigma pasien COVID-19
Palangka Raya (ANTARA) - Tim Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Kalimantan Tengah menegaskan, pendampingan sosial dengan memberikan penguatan di kalangan masyarakat perlu dilakukan guna mengikis stigma pada pasien COVID-19.
"Pendampingan sosial yang dilakukan dengan peningkatan kapasitas secara berjenjang dari level terendah RT, RW, hingga kelurahan/desa," kata Ketua Pengarah Satgas yang juga menjabat Plt Gubernur Kalteng Habib Ismail, melalui Jubir dari Tim Komunikasi Publik Satgas Penanganan COVID-19, dr Caroline Ivonne di Palangka Raya, Rabu.
Pendampingan tersebut dengan memberikan pelatihan dan bimbingan teknis seputar penanganan COVID-19, sebab sangat penting bagi masyarakat untuk melibatkan diri dalam menangani masalah pandemi yang melanda saat ini.
Keterlibatan orang lokal atau tetangga terdekat jauh lebih baik dalam meningkatkan kesembuhan dan menekan angka penyebaran COVID-19.
Ia menyampaikan, Tim Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan COVID-19 Urip Purwono menjelaskan, stigma selalu muncul saat adanya pandemi seperti Ebola maupun COVID-19 seperti saat ini.
"Stigma adalah pandangan negatif yang sering tidak mendasar terhadap kelompok atau seseorang yang dianggap berbeda dan lebih rendah," jelasnya.
Stigma orang terkonfirmasi COVID-19 dianggap lebih berbahaya walaupun sudah sembuh yang membuat mereka dijauhi. Seperti yang terjadi pada penyakit HIV/AIDS, kusta/lepra maupun gangguan jiwa.
Pasien terkonfirmasi positif COVID-19 di stigma luar biasa yang membuat mereka tertimpa beban ganda, mengalami penyakit dan dijauhi lingkungan sosial. Ini menyebabkan suatu kondisi menjadi tidak menguntungkan.
Untuk itu, pihaknya kembali menyampaikan kepada masyarakat agar tidak memberikan stigma terhadap anggota masyarakat yang terpapar COVID-19.
"Stigma membuat orang merasa terkucilkan, bahkan diabaikan, sehingga upaya penyembuhan bisa semakin berat dilakukan," ungkapnya dalam siaran pers.
Stigma hanya akan menambah beban di pundak pasien COVID-19, hingga mengganggu upaya untuk menghentikan wabah karena orang merasa khawatir dijauhi atau diperlakukan buruk, sehingga menghindari tes atau pengobatan.
"Harus disadari bersama bahwa siapapun dapat terkena COVID-19 dan hal ini sesuai fakta di lapangan," ucapnya.
Sementara itu, berdasarkan perkembangan terbaru COVID-19 di Kalteng hingga saat ini, kumulatif positif COVID-19 mencapai 4.123 kasus, terdiri dari 389 dalam perawatan, 3.589 sembuh dan 145 meninggal.
"Pendampingan sosial yang dilakukan dengan peningkatan kapasitas secara berjenjang dari level terendah RT, RW, hingga kelurahan/desa," kata Ketua Pengarah Satgas yang juga menjabat Plt Gubernur Kalteng Habib Ismail, melalui Jubir dari Tim Komunikasi Publik Satgas Penanganan COVID-19, dr Caroline Ivonne di Palangka Raya, Rabu.
Pendampingan tersebut dengan memberikan pelatihan dan bimbingan teknis seputar penanganan COVID-19, sebab sangat penting bagi masyarakat untuk melibatkan diri dalam menangani masalah pandemi yang melanda saat ini.
Keterlibatan orang lokal atau tetangga terdekat jauh lebih baik dalam meningkatkan kesembuhan dan menekan angka penyebaran COVID-19.
Ia menyampaikan, Tim Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan COVID-19 Urip Purwono menjelaskan, stigma selalu muncul saat adanya pandemi seperti Ebola maupun COVID-19 seperti saat ini.
"Stigma adalah pandangan negatif yang sering tidak mendasar terhadap kelompok atau seseorang yang dianggap berbeda dan lebih rendah," jelasnya.
Stigma orang terkonfirmasi COVID-19 dianggap lebih berbahaya walaupun sudah sembuh yang membuat mereka dijauhi. Seperti yang terjadi pada penyakit HIV/AIDS, kusta/lepra maupun gangguan jiwa.
Pasien terkonfirmasi positif COVID-19 di stigma luar biasa yang membuat mereka tertimpa beban ganda, mengalami penyakit dan dijauhi lingkungan sosial. Ini menyebabkan suatu kondisi menjadi tidak menguntungkan.
Untuk itu, pihaknya kembali menyampaikan kepada masyarakat agar tidak memberikan stigma terhadap anggota masyarakat yang terpapar COVID-19.
"Stigma membuat orang merasa terkucilkan, bahkan diabaikan, sehingga upaya penyembuhan bisa semakin berat dilakukan," ungkapnya dalam siaran pers.
Stigma hanya akan menambah beban di pundak pasien COVID-19, hingga mengganggu upaya untuk menghentikan wabah karena orang merasa khawatir dijauhi atau diperlakukan buruk, sehingga menghindari tes atau pengobatan.
"Harus disadari bersama bahwa siapapun dapat terkena COVID-19 dan hal ini sesuai fakta di lapangan," ucapnya.
Sementara itu, berdasarkan perkembangan terbaru COVID-19 di Kalteng hingga saat ini, kumulatif positif COVID-19 mencapai 4.123 kasus, terdiri dari 389 dalam perawatan, 3.589 sembuh dan 145 meninggal.