Jakarta (ANTARA) - Dinamika hidup membuat setiap manusia pasti pernah merasakan kesedihan, tapi waspada bila ternyata yang terjadi sebetulnya gangguan kesehatan mental, kata psikolog klinis dewasa Muthmainah Mufidah dari Universitas Indonesia.
Dia menjelaskan, rasa sedih yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari biasanya tidak terlalu berpengaruh kepada aktivitas.
"Kalau down sehari-hari biasanya kita masih tetap bisa mengerjakan tugas atau kegiatan sehari-hari kita, meski mungkin ada perubahan kecepatan atau jumlah," kata Mufidah kepada ANTARA, Jumat.
Manusia yang bersifat dinamis pasti pernah mengalami naik turun dalam kehidupan. Ada hal-hal yang membuat hati berbunga-bunga dan bahagia, tapi di sisi lain ada juga kejadian yang membuat murung, sedih atau marah.
Hati-hati bila rasa sedih yang melanda sudah berdampak terhadap produktivitas dan kehidupan sehari-hari, terutama bila sudah terjadi selama dua pekan berturut-turut. Segera minta bantuan profesional kepada psikolog atau psikiater agar masalah segera ditangani.
Mana yang lebih dulu didatangi, apakah psikolog dan psikiater?
Baca juga: Cara ampuh tahan tangis di hadapan orang lain
"Sebetulnya tidak masalah yang mana duluan kok," ucapnya.
Co-founder Arsanara Development Partner mengatakan keduanya punya tujuan yang sama, membantu orang mengatasi masalah kesehatan mental. Jika dibutuhkan, keduanya bisa saling rujuk.
Perbedaan yang utama adalah psikiater adalah dokter yang punya wewenang untuk memberikan resep obat kepada pasien bila memang dibutuhkan. Sementara itu, psikolog lebih fokus kepada aspek-aspek perubahan tingkah laku. Psikolog juga fokus kepada pengelolaan pola pikir dan perasaan.
Namun sebetulnya Anda tidak perlu harus menunggu munculnya gangguan kesehatan mental sebelum pergi ke psikolog atau psikiater. Berkonsultasi bisa dilakukan kapan saja, bahkan ketika Anda tidak merasa punya masalah.
Baca juga: Beberapa fakta dari menangis
"Bisa untuk tujuan mengembangkan diri," imbuh dia.
Sebuah laporan Risiko Global 2021 (Global Risks Report 2021) yang diterbitkan oleh World Economic Forum (WEF) bersama Zurich Insurance Group (Zurich) menemukan, sebanyak 80 persen anak muda di seluruh dunia tercatat mengalami penurunan kondisi kesehatan mental selama pandemi COVID-19.
Laporan yang menyoroti risiko dampak pandemi COVID-19 pada kesehatan mental generasi muda itu juga menemukan, kekecewaan yang dirasakan anak muda (youth disillusionment) dan memburuknya kesehatan mental (mental health deterioration) sebagai risiko global yang paling terabaikan selama pandemi.
Baca juga: Cara mengatasi mata bengkak setelah menangis
Baca juga: Ini alasan wanita lebih rentan terkena depresi
Baca juga: Tips menjaga kesehatan mental dan fisik di 2021
Berita Terkait
Pilihan cerdas PDIP Mahfud MD dampingi Ganjar buat Prabowo galau
Kamis, 19 Oktober 2023 13:31 Wib
Obati galau, Angga Yunanda rilis lagu 'Di Kesepian Ini'
Jumat, 19 Juni 2020 13:53 Wib
Benarkah dampak galau bisa terasa kala lanjut usia
Selasa, 10 Maret 2020 12:07 Wib
Diterima di kampus bergengsi, Maudi Ayunda merasa galau
Senin, 4 Maret 2019 14:01 Wib
Pengakuan Mohamed Salah terkait kegalauan Liverpool
Jumat, 22 Februari 2019 15:15 Wib
Ini manfaat dari dengarkan lagu galau
Kamis, 8 November 2018 14:31 Wib
Ini alasan wanita lebih rentan terkena depresi
Kamis, 9 Agustus 2018 15:10 Wib
Petani Kotim galau harga kelapa anjlok
Jumat, 29 Juni 2018 20:45 Wib