Jakarta (ANTARA) - Indonesia perlu mendalami isu-isu terkini dalam kebijakan luar negeri, seperti pandemi, perubahan iklim, geopolitik, geoekonomi, dan literasi digital, untuk mampu bersaing dalam 10 tahun mendatang, kata peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof. Dewi Fortuna Anwar.
Dalam acara Embracing the Next Decade: Identifying Global Forces and Issues; Indonesian Foreign Policy must Wrestle Within the Next 10 Years di Jakarta, Sabtu, Prof. Dewi Fortuna Anwar mengemukakan bahwa pandemi di Indonesia berdampak langsung pada isu-isu kemanusiaan, kemudian bagaimana menghadapi ancaman transnasional.
Menurut dia, para pemikir dan komunitas kebijakan luar negeri Indonesia perlu memperhatikan perkembangan industri dan pertumbuhan ekonomi yang berdampak langsung pada planet bumi dan perubahan iklim.
"Selain itu, juga tentang bagaimana cara kita memitigasi risiko perubahan iklim yang akan terus menjadi agenda utama," kata Dewi.
Dewi juga menyoroti bagaimana teknologi transportasi dan komunikasi, termasuk dunia digital, telah mengubah cara hidup manusia.
Kehadiran teknologi digital, menurut dia, telah memudahkan komunikasi pada masa pandemi. Namun, pada saat yang sama, itu juga menyebabkan dampak-dampak negatif, seperti serangan dunia maya dan berita bohong atau hoaks yang mengakibatkan memburuknya polarisasi geopolitik.
Ia menyebutkan ada kecenderungan dalam politik luar negeri Indonesia yang hanya berfokus pada negara-negara adidaya, seperti AS dan Tiongkok, kemudian bagaimana cara Indonesia menanggapinya serta dampaknya terhadap kawasan Indo-Pasifik.
Oleh karena itu, dia mengingatkan komunitas dan pemikir kebijakan luar negeri perlu memperhatikan kebijakan-kebijakan luar negeri India, Jepang, dan kawasan Asia Tenggara.
"Jangan biarkan negara adidaya memonopoli narasi-narasi (politik luar negeri) karena apa yang terjadi di G20 menunjukkan dengan jelas bahwa negara middlepower (negara penguasa menengah), dan mereka yang berusaha untuk mempersatukan perbedaan, memiliki peran yang penting, dan saya berharap ini bisa terus mengembangkan kebijakan luar negeri kita," jelas Dewi.
Terlebih lagi, kata dia, kebijakan yang dibuat harus berbasis bukti, yang bukan hanya melibatkan pemangku kepentingan dan pembuat kebijakan, melainkan juga masyarakat.
"Politik adalah tentang rakyat, seperti yang Bu (Menteri Luar Negeri) Retno Marsudi katakan, 'Bukan hanya negara yang membuat kebijakan, melainkan juga masyarakat," imbuhnya.
Berita Terkait
Jonatan catat kemenangan pertama di fase grup WTF 2024
Kamis, 12 Desember 2024 16:31 Wib
Prediksi susunan pemain timnas Indonesia kontra Laos
Kamis, 12 Desember 2024 16:25 Wib
Indonesia lawan Laos: kesempatan lanjutkan tren positif timnas
Kamis, 12 Desember 2024 16:22 Wib
Republik Indonesia desak Israel patuhi gencatan senjata di Gaza
Kamis, 12 Desember 2024 14:25 Wib
Galeri Investasi Bursa Efek Indonesia UMR raih juara III GI teraktif
Kamis, 12 Desember 2024 5:36 Wib
Rizki Juniansyah raih perak dan perunggu kejuaraan dunia 2024
Rabu, 11 Desember 2024 9:09 Wib
KemenP2MI sebut determinasi diri penting agar sukses kerja di luar negeri
Selasa, 10 Desember 2024 10:28 Wib
Indonesia dan Mongolia upayakan penguatan hubungan bilateral
Selasa, 10 Desember 2024 10:21 Wib