FTBI Barut untuk revitalisasi bahasa dan sastra daerah
Muara Teweh (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah menggelar Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) kabupaten setempat yang merupakan pelaksanaan program Revitalisasi Bahasa dan Sastra Daerah (RBD) sebagai wujud implementasi program Merdeka Belajar Episode ke-17.
"Kegiatan ini mempunyai makna yang penting untuk menjaga kelestarian bahasa daerah," kata Kepala Dinas Pendidikan Barito Utara Syahmiludin A Surapati di Muara Teweh, Senin.
Menurut dia, saat ini ada stigma bahwa penggunaan bahasa daerah dianggap tidak keren menyebabkan masyarakat tidak mau memakainya dan membuat bahasa daerah terancam punah.
Kepunahan bahasa, kaa dia, salah satunya dipengaruhi dengan sikap bahasa para penutur jati. Ada yang mengira bahwa dengan berbahasa daerah maka itu artinya sama dengan menunjukkan diri sebagai orang kampungan, tidak keren, dan tertinggal.
"Sikap seperti inilah yang paling kuat menjadi penyebabnya. Akibatnya para orang tua, remaja, dan anak-anak tidak lagi menggunakan bahasa daerahnya sehingga akhirnya bahasa itu memasuki fase kritis dan akhirnya punah," kata dia.
Dia berharap kegiatan ini nantinya akan melahirkan banyak penutur aktif dari generasi muda Barito Utara sehingga bahasa ibu dapat terus dilestarikan, dipergunakan bahkan menjadi keren, hal ini merupakan sebuah tantangan untuk terus melestarikan bahasa daerah, di mana tren bahasa internasional terus meningkat.
Bahasa daerah, menurut dia, menjadi bagian untuk menjadi berkarakter melalui bahasa ibu, karena di situ sesungguhnya akar masa depannya. Saat globalisasi terjadi, maka perlu pula domestikasi, yaitu dengan cara kembali ke bahasa ibu.
“Semoga bahasa kita, bahasa Bakumpai dan bahasa lainnya di daerah ini akan lebih terkenal serta mendunia sebagaimana halnya beberapa waktu lalu yaitu 17 Desember 2020 Unesco menetapkan Pantun Indonesia sebagai warisan budaya tak benda,” imbuhnya.
Kadisdik juga mengatakan bahwa pada 2024 festival seperti ini tetap akan terus dilaksanakan dengan skala yang lebih dari ini lagi, dengan melibatkan beberapa bahasa ibu yang ada di Kabupaten Barito Utara, semuanya harus dilestarikan dan jangan pernah punah.
"Kegiatan ini mempunyai makna yang penting untuk menjaga kelestarian bahasa daerah," kata Kepala Dinas Pendidikan Barito Utara Syahmiludin A Surapati di Muara Teweh, Senin.
Menurut dia, saat ini ada stigma bahwa penggunaan bahasa daerah dianggap tidak keren menyebabkan masyarakat tidak mau memakainya dan membuat bahasa daerah terancam punah.
Kepunahan bahasa, kaa dia, salah satunya dipengaruhi dengan sikap bahasa para penutur jati. Ada yang mengira bahwa dengan berbahasa daerah maka itu artinya sama dengan menunjukkan diri sebagai orang kampungan, tidak keren, dan tertinggal.
"Sikap seperti inilah yang paling kuat menjadi penyebabnya. Akibatnya para orang tua, remaja, dan anak-anak tidak lagi menggunakan bahasa daerahnya sehingga akhirnya bahasa itu memasuki fase kritis dan akhirnya punah," kata dia.
Dia berharap kegiatan ini nantinya akan melahirkan banyak penutur aktif dari generasi muda Barito Utara sehingga bahasa ibu dapat terus dilestarikan, dipergunakan bahkan menjadi keren, hal ini merupakan sebuah tantangan untuk terus melestarikan bahasa daerah, di mana tren bahasa internasional terus meningkat.
Bahasa daerah, menurut dia, menjadi bagian untuk menjadi berkarakter melalui bahasa ibu, karena di situ sesungguhnya akar masa depannya. Saat globalisasi terjadi, maka perlu pula domestikasi, yaitu dengan cara kembali ke bahasa ibu.
“Semoga bahasa kita, bahasa Bakumpai dan bahasa lainnya di daerah ini akan lebih terkenal serta mendunia sebagaimana halnya beberapa waktu lalu yaitu 17 Desember 2020 Unesco menetapkan Pantun Indonesia sebagai warisan budaya tak benda,” imbuhnya.
Kadisdik juga mengatakan bahwa pada 2024 festival seperti ini tetap akan terus dilaksanakan dengan skala yang lebih dari ini lagi, dengan melibatkan beberapa bahasa ibu yang ada di Kabupaten Barito Utara, semuanya harus dilestarikan dan jangan pernah punah.