Sampit (ANTARA) - Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DMPD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah menelusuri insiden Kepala desa (Kades) Ujung Pandaran yang mendapat protes keras dari warga di wilayahnya hingga diminta mundur dari jabatan.
“Kami baru mendapat informasinya tadi pagi dan kami belum bisa mengambil kesimpulan apapun. Kami perlu cek dan ricek atau menelusuri informasi lebih lanjut dulu,” kata Kepala DPMD Kotim Raihansyah di Sampit, Jumat.
Beredar di media sosial video sekelompok warga yang berkumpul di balai desa dan menyampaikan kekecewaannya terhadap kepemimpinan kepala desa setempat yang dinilai tidak jujur dalam penyaluran dana dari perusahaan besar swasta (PBS).
Berdasarkan narasi pada unggahan tersebut diketahui kejadian itu setelah dilaksanakan rapat terbuka pembahasan dana dari PBS, bahwa sebelumnya masyarakat di Desa Ujung Pandaran, Kecamatan Teluk Sampit mendapat dana Rp1.072.000 per kepala keluarga (KK).
Saat pengambilan dana tersebut, disebutkan nilai yang diterima warga kurang dari yang seharusnya. Kemudian muncul alasan bahwa sisa dana itu diarahkan untuk membantu masjid.
Protes pun muncul karena warga menyebut bahwa dana tersebut tidak sepenuhnya diserahkan ke masjid yang dimaksud, melainkan hanya Rp8 juta. Hal ini pun memancing pertanyaan hingga memicu kemarahan masyarakat setempat.
Masyarakat juga mengungkit janji dari Kades Ujung Pandaran pada saat kampanye yang disebut tidak ditepati. Masyarakat yang merasa mengaku kecewa pun kemudian mendesak pemberhentian kepala desa.
Baca juga: DPMPTSP Kalteng lakukan pengawasan di wilayah Kotim
Menanggapi informasi yang beredar di media sosial itu, Raihansyah mengatakan pihaknya akan segera turun ke lapangan dan berkoordinasi dengan camat setempat untuk mendapatkan informasi yang berimbang dan akurat sebelum mengambil keputusan.
Sementara terkait desakan pemberhentian kepala desa oleh masyarakat secara sepihak, ia menjelaskan hal seperti itu tidak bisa dilakukan. Dia menegaskan, ada mekanisme yang harus dijalankan sesuai peraturan yang berlaku.
“Kami berharap masyarakat bisa bersabar, kami akan turun ke lapangan untuk mengeceknya sebelum bisa mengambil keputusan,” ujarnya.
Ada tiga landasan yang dapat menyebabkan seorang kepala desa mundur dari jabatannya. Pertama, pengunduran diri secara sukarela. Kedua, meninggal dunia. Ketiga, terlibat kasus dan menjadi terpidana dengan keputusan tetap dari pengadilan.
Di ketiga landasan itu, kepala desa tidak bisa diberhentikan tanpa bukti-bukti kuat yang mendukung.
Tak jauh berbeda disampaikan, Camat Teluk Sampit Asyari ketika dikonfirmasi mengaku baru mengetahui adanya kejadian demikian di salah satu desanya. Dia akan berkoordinasi dengan jajarannya sebelum bisa berkomentar lebih lanjut.
Baca juga: Memasuki musim hujan, BPBD Kotim bersiap hadapi bencana banjir
Baca juga: Dishub Kotim bebaskan biaya parkir ke ojol saat ambil pesanan
Baca juga: Pelajar SMP Kotim jadi sasaran upaya pencegahan narkoba