Sampit (ANTARA) - Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah mengajukan rancangan peraturan daerah (raperda) inisiatif guna memberikan perlindungan dan penataan ulang pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko swalayan.
“Raperda inisiatif ini merupakan tindak lanjut kami terhadap berbagai permasalahan mengenai pasar tradisional atau pasar rakyat belakangan. Raperda diharapkan dapat menjadi solusi dari permasalahan yang ada,” kata Anggota Bapemperda DPRD Kotim Riskon Fabiansyah di Sampit, Senin.
Hal ini disampaikan pada rapat paripurna ke 13 masa sidang III tahun sidang 2025, DPRD Kotim yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD setempat Rimbun didampingi Wakil Ketua I DPRD Kotim Juliansyah dan Wakil Ketua II DPRD Kotim Rudianur.
Riskon menyampaikan, raperda inisiatif terkait perlindungan dan penataan ulang pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko swalayan disampaikan agar mendapat persetujuan dari anggota dan fraksi pendukung DPRD Kotim.
Ada beberapa hal menjadi latar belakang urgensi pihaknya dalam pengajuan raperda ini. Pertama, pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko swalayan merupakan bagian perekonomian nasional yang diselenggarakan guna peningkatan kesejahteraan rakyat.
Kedua, keberadaan pasar tradisional dan usaha mikro, kecil dan menengah perlu diperhatikan dan dilindungi dari pertumbuhan dan perkembangan pusat perbelanjaan dan pasar swalayan agar mampu berkembang, saling mendukung, saling memerlukan dan saling menguntungkan.
Ketiga, untuk memberikan arah, landasan dan pengaturan dalam penataan dan perlindungan pasar tradisional dan penataan bagi pusat perbelanjaan dan toko swalayan di di Kotim maka perlu diatur dalam suatu produk hukum berupa peraturan daerah (perda).
“Terlebih, sektor perdagangan memiliki peran penting dalam perekonomian nasional. Sektor perdagangan menempati peringkat kedua dalam penyerapan tenaga kerja setelah sektor pertanian, yakni sebanyak 10 persen dari total tenaga kerja nasional,” ujarnya.
Baca juga: Warga antusias sambut khitanan gratis dari Polres Kotim
Dalam hal ini pasar rakyat memiliki posisi yang sangat strategis, seperti yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, sehingga perlu suatu regulasi yang jelas agar manfaat dari pasar rakyat bisa optimal sekaligus meminimalkan terjadinya permasalahan.
Pasar rakyat yang dimaksud pada UU di atas adalah tempat usaha yang ditata, dibangun dan dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta, badan usaha milik negara, dan/atau badan usaha milik daerah (BUMD).
Pasar rakyat dapat berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil dan menengah, swadaya masyarakat, atau koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah dengan proses jual beli barang melalui tawar-menawar.
“Akhir-akhir ini stigma yang melekat pada pasar rakyat secara umum dilatarbelakangi oleh perilaku dari pedagang pasar, pengunjung atau pembeli dan pengelola pasar. Perilaku yang negatif secara perlahan dan bertahap dapat diperbaiki, sekalipun memerlukan waktu lama,” tuturnya.
Ia melanjutkan, melekatnya stigma buruk pada pasar rakyat seringkali mengakibatkan sebagian pengunjung mencari alternatif tempat belanja lain, seperti tempat berbelanja ke pedagang kaki lima dan pedagang keliling yang lebih relatif mudah dijangkau.
Bahkan, kebanyakan pengunjung yang tergolong di segmen menengah bawah ke atas cenderung beralih ke pasar modern, seperti pasar swalayan yang biasanya lebih mementingkan kebersihan dan kenyamanan sebagai dasar memilih tempat berbelanja.
Hal ini menjadikan perilaku pedagang yang menjadi penyebab utama terjadinya kondisi di kebanyakan pasar memiliki stigma buruk.
Baca juga: Fraksi PAN Kotim: Perubahan perda jangan sampai membebani masyarakat bawah
Sebaliknya, di lapangan, peran pengelola pasar terutama dari pemerintah daerah dalam mengupayakan perbaikan perilaku pedagang pasar rakyat masih belum optimal, walaupun usaha dan program terus dilakukan.
Dimulai dari keterbatasan jumlah tenaga, sarana prasarana, kemampuan individu tenaga pengelola serta keterbatasan pendanaan pasar untuk melakukan pengelolaan pasar dan pembinaan pedagang.
“Permasalahan-permasalahan itu yang melatarbelakangi pembuatan rancangan peraturan daerah ini. Selain itu, juga untuk melakukan penataan, perlindungan dan keberlangsungan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko swalayan yang ada di Kotim,” sebutnya.
Politisi Partai Golongan Karya (Golkar) berharap raperda inisiatif ini mendapat dukungan dan persetujuan dari seluruh anggota DPRD dan fraksi pendukung sehingga bisa ditetapkan sebagai perda Kotim.
“Semoga ini dapat menjadi suatu ikhtiar kita dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai upaya meningkatkan keberhasilan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kotim,” demikian Riskon.
Baca juga: Disbudpar Kotim usulkan pengembangan wisata Pantai Ujung Pandaran
Baca juga: Pemkab Kotim usulkan perubahan Perda Pajak dan Retribusi
Baca juga: Koperasi Merah Putih di Kotim didominasi usaha gerai sembako