Sampit (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah terus berupaya membebaskan lahan guna menunjang pengembangan Bandara Haji Asan Sampit, saat ini kelanjutan proses pembebasan tersebut tinggal menunggu keputusan pemilik lahan.
“Senin kemarin, Tim Appraisal telah menyampaikan kepada warga yang memiliki lahan itu mengenai nominal yang ditawarkan untuk luasan lahan masing-masing dan saat ini kami masih menunggu keputusan dari warga,” kata Asisten I Setda Kotim Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Rihel di Sampit, Selasa.
Rihel menjelaskan, lahan yang dibebaskan ini rencananya akan digunakan untuk pemindahan gedung Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) Bandara Haji Asan Sampit.
Pemindahan gedung PKP-PK ini merupakan bagian dari upaya pemerintah daerah untuk pengembangan bandara agar mampu menampung pesawat dengan ukuran yang lebih besar, seperti Airbus 320.
Sementara, posisi gedung PKP-PK saat ini dinilai sudah tidak strategis untuk pengembangan bandara. Karena jika pesawat yang lebih besar mendarat dan melakukan manuver, maka sayap pesawat itu berpotensi mengenai gedung tersebut.
Sebelumnya pemerintah daerah juga telah mendata dan memetakan bidang lahan yang dibutuhkan untuk pemindahan gedung PKP-PK dan melakukan sosialisasi kepada pemilik lahan untuk pembebasan lahannya.
Dalam hal ini, Pemkab Kotim melibatkan Tim Appraisal untuk melakukan penilaian terhadap lahan yang dimaksud untuk selanjutnya menentukan nilai ekonomi atau harga yang ideal, sehingga tidak merugikan pemilik lahan maupun pihak pembeli.
“Idealnya kemarin itu pemilik lahan langsung memberikan keputusan, tetapi ada yang beralasan lahannya adalah tanah waris sehingga perlu berunding dengan keluarganya dulu, jadi kami persilakan. Kami berharap paling lambat satu minggu selesai,” ujarnya.
Rihel melanjutkan, pada tahap ini ada dua kemungkinan yang terjadi. Apabila pemilik lahan menerima rekomendasi dari Tim Appraisal, maka tahap berikutnya dilakukan pembayaran oleh pemerintah daerah, dibuat berita acara dan proses pemindahan hak kepemilikan tanah.
Setelah pembebasan lahan tersebut selesai, selanjutnya pemerintah daerah akan menghibahkan lahan tersebut kepada Kementerian Perhubungan (Kemenhub) agar bisa dilaksanakan pemindahan gedung PKP-PK.
“Karena berkaitan dengan pengembangan bandara ini, pemerintah daerah hanya memiliki kewenangan untuk pembebasan lahan, sedangkan untuk pembangunan dan sebagainya itu kewenangan Kemenhub,” imbuhnya.
Baca juga: Perkuat eksistensi Museum Kayu Sampit lewat pameran dan edukasi kultural
Sementara, jika pemilik lahan menolak rekomendasi dari Tim Appraisal sedangkan sebelumnya sudah dilakukan penetapan lokasi dan sebagainya, maka masalah ini akan diserahkan ke pengadilan.
Pihak pengadilan yang selanjutnya akan melakukan pengujian terhadap layak atau tidak nominal yang ditawarkan oleh Tim Appraisal, kemudian diproses sesuai hukum dan aturan yang berlaku.
Rihel membeberkan, pada pertemuan sebelumnya dengan pemilik lahan sekaligus penyerahan rekomendasi dari Tim Appraisal, ada satu hal yang menjadi sorotan pihaknya, yakni harga yang diusulkan pemilik lahan yang terbilang cukup fantastis.
Pemilik lahan meminta agar setiap meter lahan tersebut dihargai Rp450 ribu, jika harga tersebut dikalikan dengan total 1,9 hektare lahan yang ingin dibebaskan maka total nilainya mencapai Rp8,5 miliar lebih.
Sementara estimasi awal oleh pemerintah daerah, yakni sekitar Rp200 ribu per meter, sehingga anggaran yang disiapkan untuk pembebasan lahan itu hanya berkisar Rp4 miliar.
“Karena lokasi lahan itu sebenarnya masuk Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) dan tidak boleh dibangun apapun di situ, makanya taksiran harganya lebih rendah,” ujarnya.
Kendati demikian, ia menegaskan pemerintah daerah akan tetap menjadikan rekomendasi Tim Appraisal sebagai acuan dalam pembebasan lahan. Pihaknya yakin rekomendasi yang diberikan Tim Appraisal sudah melalui tahapan penilaian sesuai ketentuan yang berlaku.
Bila, nilai rekomendasi itu lebih besar dari anggaran yang disiapkan, maka pemerintah daerah siap menambah anggaran itu melalui perubahan APBD Kotim 2025. Sebaliknya, jika anggaran yang disiapkan itu lebih besar maka kelebihannya akan dimasukkan sebagai sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa).
Rihel mengaku pihaknya belum tahu besaran harga yang direkomendasikan Tim Appraisal. Sebab, surat rekomendasi sebelumnya dimasukkan dalam amplop dan diserahkan satu per satu kepada para pemilik lahan.
Hal itu bertujuan agar pemilik lahan bisa mengambil keputusan secara bijak tanpa terpengaruh pihak lain, termasuk sesama pemilik lahan. Adapun, lahan yang ingin dibebaskan sekitar 1,9 hektare yang terbagi dalam 14 bidang dan dimiliki oleh beberapa orang.
“Kami berharap pemilik lahan dapat menyetujui rekomendasi itu supaya bisa langsung dibayar. Semoga proses ini cepat, karena kalau terlambat anggaran Rp10 miliar hingga Rp15 miliar yang disiapkan pusat untuk pengembangan bandara bisa dibatalkan,” demikian Rihel.
Baca juga: BPBD Kotim finalisasi dokumen kontingensi karhutla
Baca juga: BPBD Kotim finalisasi dokumen kontingensi karhutla
Baca juga: BMKG sebut Kotim memasuki kemarau meski sering hujan