Sampit (ANTARA) - Unjuk rasa di kantor DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah diiringi tangis sejumlah perempuan yang meminta polisi membebaskan suami maupun anak mereka yang ditahan karena dituduh mencuri kelapa sawit.
"Anak dan suami kami tidak bersalah. Mereka itu memanen sawit di lahan HTR, bukan mencuri di lahan sawit. Tolong anggota dewan juga membantu kami. Bagaimana nasib kami karena mereka tulang punggung keluarga," kata Dahlia, salah satu warga yang turut diterima di kantor DPRD, Kamis.
Selain Dahlia, beberapa perempuan lainnya sambil menangis turut berorasi meminta suami mereka dibebaskan. Saat diterima pimpinan DPRD, mereka juga menangis meminta para wakil rakyat memperjuangkan agar warga yang ditangkap polisi segera dibebaskan.
Diperkirakan lebih dari 200 warga berunjuk rasa di depan gedung DPRD Kotawaringin Timur di Jalan Jenderal Sudirman. Sebelumnya mereka melakukan aksi dan orasi di Taman Kota Sampit, kemudian berjalan kaki sekitar 1,2 km menuju kantor DPRD.
Aksi ini buntut dari konflik lahan antara kelompok masyarakat dengan sebuah perkebunan kelapa sawit di Desa Ramban Kecamatan Mentaya Hilir Utara. Akibat konflik itu, tujuh warga ditangkap polisi dengan tuduhan memanen buah sawit di lokasi lahan yang dikerjasamakan dengan PT MJSP, sementara warga berpendapat bahwa sawit yang mereka panen berada di kawasan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) yang dibangun oleh kelompok masyarakat.
Karliansyah yang menjadi koordinator aksi mendesak polisi mengusut PT MJSP karena diduga melakukan sejumlah pelanggaran hukum. Di sisi lain, mereka meminta warga yang ditahan aparat segera dibebaskan karena dinilai tidak bersalah.
"Kami minta DPRD juga memperjuangkan nasib rakyat. DPRD jangan hanya diam melihat masalah ini. Ini menyangkut nasib rakyat," kata Karliansyah yang juga Ketua Umum LSM Betang Hagantang Kalimantan Tengah.
Seorang pengunjuk rasa menangis saat meminta polisi membebaskan anaknya yang ditahan karena dituduh mencuri kelapa sawit, Kamis (20/1/2022). ANTARA/Norjani
Pendemo diterima Ketua DPRD Rinie, Wakil Ketua I DPRD Rudianur dan anggota Komisi I Sutik. Mereka menyerahkan surat pernyataan sikap sekaligus aspirasi yang disertai sejumlah berkas yang menguatkan pendapat mereka.
Sempat terjadi adu mulut antara Karliansyah dengan Rudianur karena Karliansyah mendesak DPRD segera memberi kepastian waktu rapat dengar pendapat (RDP) membahas masalah itu. Namun Rudianur mengatakan pihaknya tidak bisa serta merta menyatakan waktu RDP secara pasti karena harus disampaikan dan dibahas dulu dengan Komisi yang membidangi masalah tersebut.
"Kami minta waktu karena kegiatan DPRD juga cukup banyak dan sudah terjadwal. Makanya perlu kami bahas, kapan RDP ini bisa dilaksanakan. RDP nanti kan tidak hanya kami anggota dewan, tetap kami juga akan mengundang eksekutif dan pihak perusahaan, sehingga ada solusi yang dihasilkan," jelas Rudianur.
Sementara itu Rinie menegaskan, pihaknya di DPRD bukan pengambil keputusan, tetapi memfasilitasi. Untuk itu RDP perlu melibatkan pihak eksekutif dan aparat penegak hukum yang memiliki kewenangan dalam masalah tersebut.
"Kami siap melaksanakan RDP membahas aspirasi saudara-saudara kita ini, tapi kami minta waktu menyusun jadwalnya karena rapat ini perlu dikoordinasikan dengan semua pihak terkait bisa hadir, supaya ada solusi," kata Rinie.
Rinie menambahkan, pihaknya segera membahas rencana RDP tersebut. Jika sudah ditetapkan jadwalnya, DPRD akan mengundang semua pihak terkait, termasuk perusahaan dan kelompok masyarakat untuk membahas bersama.
Baca juga: Bupati Kotim apresiasi kecamatan mampu bangun sirkuit
Baca juga: Legislator Kotim pertanyakan realisasi peningkatan jalan poros Tanah Mas
Baca juga: Kemenkumham Kalteng berharap tiga UPT di Sampit raih predikat WBK
"Anak dan suami kami tidak bersalah. Mereka itu memanen sawit di lahan HTR, bukan mencuri di lahan sawit. Tolong anggota dewan juga membantu kami. Bagaimana nasib kami karena mereka tulang punggung keluarga," kata Dahlia, salah satu warga yang turut diterima di kantor DPRD, Kamis.
Selain Dahlia, beberapa perempuan lainnya sambil menangis turut berorasi meminta suami mereka dibebaskan. Saat diterima pimpinan DPRD, mereka juga menangis meminta para wakil rakyat memperjuangkan agar warga yang ditangkap polisi segera dibebaskan.
Diperkirakan lebih dari 200 warga berunjuk rasa di depan gedung DPRD Kotawaringin Timur di Jalan Jenderal Sudirman. Sebelumnya mereka melakukan aksi dan orasi di Taman Kota Sampit, kemudian berjalan kaki sekitar 1,2 km menuju kantor DPRD.
Aksi ini buntut dari konflik lahan antara kelompok masyarakat dengan sebuah perkebunan kelapa sawit di Desa Ramban Kecamatan Mentaya Hilir Utara. Akibat konflik itu, tujuh warga ditangkap polisi dengan tuduhan memanen buah sawit di lokasi lahan yang dikerjasamakan dengan PT MJSP, sementara warga berpendapat bahwa sawit yang mereka panen berada di kawasan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) yang dibangun oleh kelompok masyarakat.
Karliansyah yang menjadi koordinator aksi mendesak polisi mengusut PT MJSP karena diduga melakukan sejumlah pelanggaran hukum. Di sisi lain, mereka meminta warga yang ditahan aparat segera dibebaskan karena dinilai tidak bersalah.
"Kami minta DPRD juga memperjuangkan nasib rakyat. DPRD jangan hanya diam melihat masalah ini. Ini menyangkut nasib rakyat," kata Karliansyah yang juga Ketua Umum LSM Betang Hagantang Kalimantan Tengah.
Pendemo diterima Ketua DPRD Rinie, Wakil Ketua I DPRD Rudianur dan anggota Komisi I Sutik. Mereka menyerahkan surat pernyataan sikap sekaligus aspirasi yang disertai sejumlah berkas yang menguatkan pendapat mereka.
Sempat terjadi adu mulut antara Karliansyah dengan Rudianur karena Karliansyah mendesak DPRD segera memberi kepastian waktu rapat dengar pendapat (RDP) membahas masalah itu. Namun Rudianur mengatakan pihaknya tidak bisa serta merta menyatakan waktu RDP secara pasti karena harus disampaikan dan dibahas dulu dengan Komisi yang membidangi masalah tersebut.
"Kami minta waktu karena kegiatan DPRD juga cukup banyak dan sudah terjadwal. Makanya perlu kami bahas, kapan RDP ini bisa dilaksanakan. RDP nanti kan tidak hanya kami anggota dewan, tetap kami juga akan mengundang eksekutif dan pihak perusahaan, sehingga ada solusi yang dihasilkan," jelas Rudianur.
Sementara itu Rinie menegaskan, pihaknya di DPRD bukan pengambil keputusan, tetapi memfasilitasi. Untuk itu RDP perlu melibatkan pihak eksekutif dan aparat penegak hukum yang memiliki kewenangan dalam masalah tersebut.
"Kami siap melaksanakan RDP membahas aspirasi saudara-saudara kita ini, tapi kami minta waktu menyusun jadwalnya karena rapat ini perlu dikoordinasikan dengan semua pihak terkait bisa hadir, supaya ada solusi," kata Rinie.
Rinie menambahkan, pihaknya segera membahas rencana RDP tersebut. Jika sudah ditetapkan jadwalnya, DPRD akan mengundang semua pihak terkait, termasuk perusahaan dan kelompok masyarakat untuk membahas bersama.
Baca juga: Bupati Kotim apresiasi kecamatan mampu bangun sirkuit
Baca juga: Legislator Kotim pertanyakan realisasi peningkatan jalan poros Tanah Mas
Baca juga: Kemenkumham Kalteng berharap tiga UPT di Sampit raih predikat WBK