Pangkalan Bun (Antara Kalteng) – Usaha angkringan “Sego Kucing†di Pangkalan Bun, dari pasangan suami istri Suparmin dan Parmini, telah membuahkan kesuksesan tersendiri bagi kehidupan keluarganya.
Sebelum usaha angkringan, pasutri (pasangan suami siteri) itu telah berusaha menjual buah-buahan di ibu kota Kotawaringin Barat itu. Namun nampaknya harga buah-buahan bagi masyarakat kala itu dianggap mahal, dan hanya orang tertentu saja yang mampu membelinya.
Melihat kondisi usaha buah-buahan lambat, kemudian Suparmin yang kerap disapa Pak Kumis ini "banting setir" dengn berpindah haluan usaha. Ia teringat dengan usaha angkringan di kampung halamannya, kota Solo, yang ramai. Karen itu ia ingin berusaha yang sama di Pangkalan Bun yang berjuluk Kota Manis, dengan berbekal uang Rp 500 ribu, memulai usaha angkringan.
Bermula pada tahun 2007 di halaman Toko Bali Indah Kelurahan Baru Pangkalan Bun, Suparmin mengisi gerobaknya hanya 50 bungkus sego kucing. Isi sego kucing itu adalah sekepal nasi putih dengan ikan teri tujuh ekor atau tahu dan tempe.
Selama tujuh tahun berusaha angkringan ini, banyak persaingan dalam membuka usaha ini, karena usaha ini dianggapnya mudah dilakukan dan modal tidak terlalu besar. Namun persaingan, tidak membuat usaha pasangan suami istri ini goyah, bahkan usahanya semakin menggeliat, dengan menggunakan tenaga tambahan. Tidak tanggung-tanggung, lima orang yang berasal dari keluarganya, yakni anak-anak dan anak menantunya turun walau harus menyeberangi lautan.
Variasi menu sego kucing ditambahkan mengikuti selera langganannya, seperti menu sate kerang atau siput kecil sebagai hidangan favorit. Hanya dalam waktu hitungan jam, seluruh makanan yang terhidang dalam bentuk tusukan itu langsung ludes dilahap pelanggannya.
Dari jualan 50 bungkus, kini jualannya telah mencapai 350 bungkus nasi dengan harga Rp 2 ribu per bungkus, ditambah dengan lauk bakaran yang berasal dari ayam, baik itu ceker, paha, sayap, usus, hati, dan kulit sapi, serta minuman penghangat, seperti jahe, yang membuat pembelinya betah berlama-lama nongkrong lesehan. Omsetnya pun dari Rp 500 ribu per hari, kini bisa mencapai Rp 3 juta per hari.
Hasil usaha angkringan itu memang dilalui dengan kerja keras pasutri itu. Usaha angkringan buka sejak pukul 16.00 hingga pukul 01.00 dini hari. sedang keluarga Pak Kumis berbelanja di pasar pada pukul 06.00 pagi hari dan masak hingga pukul 12.00 siang. Namun pada pukul 16.00 WIB mereka juga mulai membuat gorengan untuk dijajakan secara hangat.
Hasil usahanya tidak untuk pasutri Suparmin dan Parmini saja, tetapi anak menantu yang membantunya mendapat bagian sesuai laba hari itu, tanpa harus menunggu bulanan.
Kebahagiaan keluarga Pak Kumis terasa bertambah, karena usaha angkringan bisa meningkatkan kesejahteraan keluarga. Dari awal tinggal sewa di barakan, maka sejak setahun ini sudah bisa menempati rumah sendiri, yang luas dan berlantai dua. Ia bersama istri, anak, menantu dan cucunya tinggal tanpa lagi harus memikirkan biaya sewa barakannya.
