"Masyarakat kami sudah lama mengembangkan kopi dan sekarang mulai dipasarkan. Masyarakat berharap pemasarannya lebih meningkat," kata Camat Pulau Hanaut, H Eddy Mashami di Sampit, Senin.
Pengembangan kopi Sampit terdapat di sejumlah kecamatan seperti Pulau Hanaut, Baamang dan Seranau. Namun saat ini produksi terbesar ada di Pulau Hanaut yang memang sudah banyak digeluti secara turun temurun.
Eddy menjelaskan, hasil pendataan saat ini ada sekitar 33 hektare kebun kopi di kecamatannya yang tersebar di 11 desa. Produksinya tahun lalu masih terbatas yakni sekitar 1.530 biji kopi kering pada tahun lalu, namun terus meningkat.
Pengembangan kopi saat ini masih dilakukan secara perorangan oleh petani setempat. Pengelolaannya juga masih sederhana karena petani mengandalkan pengetahuan yang didapat secara otodidak.
Masyarakat cukup bersemangat mengembangkan perkebunan kopi karena permintaan mulai meningkat. Masih ada sekitar 50 hektare lahan di Pulau Hanaut yang berpotensi dikembangkan untuk kebun kopi.
"Masyarakat sangat membutuhkan pembinaan dan bimbingan supaya komoditas ini bisa lebih berkembang sehingga berdampak pada kesejahteraan masyarakat," kata Eddy.
Petani bersyukur kini sudah terbentuk Aliansi Penggerak Industri Usaha Mikro Kecil dan Menengah (API UMKM) Kabupaten Kotawaringin Timur. Organisasi gencar membantu membina dan memfasilitasi petani dan pelaku UMKM untuk memasarkan produk.
API UMKM memfasilitasi pelaku UMKM untuk memasarkan produk mereka dalam berbagai kegiatan. Kopi Sampit adalah salah satu produk yang dipasarkan dan banyak diminati masyarakat.
"Banyak masyarakat yang belum tahu bahwa Kotawaringin Timur juga penghasil kopi. Rasa kopi Sampit sangat enak. Setelah mencoba, banyak yang suka," kata Rahmat, salah satu pengurus API UMKM Kotawaringin Timur.
Kopi Sampit yang kini mulai dipasarkan dalam bentuk kemasan yang cukup bagus adalah kopi Sampit asal Desa Bapinang. Rasanya juga dibuat dalam beberapa varian, di antaranya kopi jahe sehingga masyarakat bisa memilih sesuai selera.