Sampit (Antaranews Kalteng) - Pengusaha kuliner di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, berharap pemerintah daerah memberi keringanan pajak agar tidak membebani pelaku usaha kuliner, khususnya pengusaha skala kecil dan sedang.
"Pajak itu memang dibayar pembeli dari makanan yang dikonsumsi, tapi itu sangat berpengaruh terhadap daya beli. Jangan sampai pembeli menjerit dan daya beli turun karena berdampak kepada penghasilan pedagang," kata Ketua Forum Usaha Kuliner Sampit Zam`an di Sampit, Rabu.
Saat ini Badan Pengelola Pendapatan Daerah Kotawaringin Timur melakukan survei tempat usaha kuliner.
Tujuannya untuk mengoptimalkan penagihan pajak daerah dari sektor usaha kuliner yang saat ini makin menjamur.
Zam`an mengatakan pengusaha sangat memahami keinginan pemerintah daerah meningkatkan pendapatan asli daerah, salah satunya dengan mengoptimalkan penagihan pajak daerah usaha kuliner.
Namun pemerintah daerah diharapkan juga mempertimbangkan kondisi di lapangan agar penerapan pajak 10 persen itu tidak membebani pembeli dan kemajuan usaha masyarakat.
Usaha kuliner di Kotawaringin Timur didominasi skala menengah ke bawah.
Bagi usaha kuliner skala besar seperti restoran dan mal, penerapan pajak 10 persen sudah menjadi hal biasa, namun bagi usaha kuliner menengah ke bawah tentu akan sangat berpengaruh terhadap harga.
Akhirnya, pedagang memilih menanggung pajak tersebut dengan konsekuensi mengurangi keuntungan.
Saat ini usaha kuliner sedang menggeliat di Kotawaringin Timur dan berdampak besar terhadap serapan tenaga kerja dan peningkatan perekonomian masyarakat.
Jangan sampai kebijakan yang tidak sebanding dengan kondisi di lapangan, bisa menghambat atau malah bisa membuat geliat usaha di sektor ini kembali menurun.
Berdasarkan pengalaman, kata Zam`an, konsumen di Kotawaringin Timur sangat mempertimbangkan masalah harga. Jika harga dianggap tinggi, pembeli akan merosot sehingga akan berdampak pada anjloknya omzet.
Perlu ada jalan tengah dari pemerintah daerah untuk mendengar dan memahami aspirasi pengusaha kuliner. Kebijakan tersebut bertujuan agar pemerintah daerah dapat mengoptimalkan pajak daerah, namun pengusaha juga tidak sampai terbebani.
"Kalau bisa pajak kuliner itu diturunkan tidak lagi 10 persen, misalnya menjadi 5 persen sehingga tidak membebani pembeli. Peraturan daerahnya bisa diajukan untuk diubah," harap pengusaha yang juga Ketua Majelis Daerah Korp Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Kotawaringin Timur.
Zam`an juga menyarankan agar pemerintah daerah menyiapkan petugas untuk menagih pajak daerah setiap hari. Dengan cara itu, diharapkan pengusaha kuliner tidak merasa terbebani dibanding harus membayar sekaligus setiap bulan.
Kepala Badan Pengelola Pendapatan Daerah Kotawaringin Timur, Marjuki mengatakan, survei dilakukan untuk mengetahui apakah usaha kuliner tersebut melaksanakan administrasi seperti kas register, sehingga bisa mengetahui omzet setiap bulan. Dengan begitu, pengusaha juga bisa menghitung sendiri nilai pajak yang harus dibayarkan.
Ada sekitar 110 usaha kuliner di kota Sampit yang meliputi Kecamatan Mentawa Baru Ketapang dan Baamang. Terdiri dari lebih dari 15 restoran, 15 kafe, 43 rumah makan dan sisanya warung makan.
Dari jumlah tersebut, sudah 74 buah objek pajak atau usaha kuliner yang disurvei. Survei diharapkan selesai dalam pekan ini.
Survei usaha kuliner di kota Sampit menjadi prioritas karena potensinya besar. Selanjutnya, tiga tim yang sudah dibentuk akan mendata usaha kuliner di kecamatan lain di kawasan luar kota yakni Parenggean, Cempaga, Cempaga Hulu, Mentaya Hilir Selatan dan Telawang.
"Pantauan sementara, sekitar 40 persen kami nilai tidak kooperatif dan penetapan omzetnya diduga dibuat dengan angka tetap tiap bulan. Seharusnya jujur. Kalau memang sedang tinggi, catat apa adanya, begitu pula kalau transaksi sedang sepi," kata Marjuki.
Pajak usaha kuliner di Kotawaringin Timur ditetapkan sebesar 10 persen dan dipungut ketika sudah ada transaksi. Sebagian usaha kuliner diketahui memang belum melakukan pencatatan, pembukuan dan belum menggunakan kas register, khususnya usaha warung makan.
Tahun lalu target pendapatan dari pajak usaha kuliner ditetapkan Rp3 miliar dan berhasil dicapai. Tahun ini targetnya dinaikkan menjadi Rp4,2 miliar dan tahun 2020 nanti diharapkan sudah mampu mencapai Rp10 miliar.