Indonesia siap hadapi rencana Uni Eropa soal sawit

id sawit, uni eropa

Indonesia siap hadapi rencana Uni Eropa soal sawit

Seorang pekerja kebun merawat sejumlah bibit tanaman kelapa sawit. (FOTO ANTARA/Septianda Perdana)

Jakarta (Antaranews Kalteng) - Pemerintah Indonesia siap menghadapi rencana Uni Eropa (UE) untuk pentahapan keluar atau "phasing out" biofuel berbasis kelapa sawit, kata Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri, Siswo Pramono di sela kunjungan ke PT Inti Indosawit Subur (PT IIS) bersama dengan beberapa duta besar negara Eropa.

Dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Minggu, disebutkan Siswo menjelaskan, ada beberapa upaya yang dilakukan Indonesia terkait rencana Uni Eropa itu, salah satunya dengan pembentukan "Council for Palm Oil Producing Countries" (CPOPC) untuk menciptakan posisi bersama negara-negara penghasil kelapa sawit.

Beberapa upaya lainnya yang dilakukan pemerintah Indonesia adalah mencari pasar baru, meningkatkan penyerapan pemakaian dalam negeri, serta mengelola pasar yang telah ada.

"Kelapa sawit merupakan komoditas utama ekspor Indonesia. Pasar terbesar itu adalah India, kemudian China, dan juga Pakistan, itu pasar terbesarnya," ujar Siswo.

Saat ini 40 persen perkebunan kelapa sawit dikelola oleh petani kecil sehingga kelapa sawit juga memiliki peran penting dalam upaya pemerintah untuk pencapaian pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).

"Ini SDGs kita, lingkungannya dijaga, petaninya dientaskan dari kemiskinan," kata Siswo.

Menurut dia, pemerintah Indonesia telah menyampaikan hal tersebut kepada Uni Eropa dan mengharapkan dukungan Uni Eropa dalam upaya pencapaian SDGs tersebut.

Dalam kunjungan ke PT IIS yang telah menjadi anggota "Roundtable on Sustainable Palm Oil" (RSPO), para duta besar dan perwakilan kedutaan besar negara anggota Uni Eropa diajak melihat langsung pengelolaan industri sawit lestari.

Para delegasi negara Uni Eropa itu juga dibawa mengunjungi pembangkit listrik tenaga biogas yang dibangun sebagai bagian dari "zero waste management".

Kegiatan kunjungan tersebut merupakan hasil kerja sama dari Kementerian Luar Negeri, Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDP), dan Universitas Jambi. Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari itu bertujuan untuk memperlihatkan praktik langsung pengelolaan kelapa sawit di Indonesia.