PT GAL tak bisa bayar jasa penyiraman, ini alasannya

id PT GAL,jasa penyiraman,PDTP Bartim

PT GAL tak bisa bayar jasa penyiraman, ini alasannya

Persatuan Dumb Truk dan Penyiraman (PDTP) Baguyur Bagamat Kabupaten Bartim terpaksa melakukan aksi pemortalan jalan eks pertamina karena tak menerima pembayaran jasa penyiraman selama dua bulan Maret - April 2018, Sabtu (05/05/2018). (Foto Antara Kalteng/Habibullah)

Tamiang Layang (Antaranews Kalteng) - PT Global Arta Lestari (GAL) saat ini tak bisa lagi membayar jasa penyiraman yang dilakukan pelaku usaha penyiraman di jalan eks pertamina di Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah, 

Petinggi PT GAL, Kamarudin kepada Antara Kalteng mengatakan, pihaknya tidak bisa membayar lantaran belum pernah ada pembayaran dari para penambang di Bartim, sejak bulan Mei 2017.

"Belum ada satupun perusahaan tambang yang bayar sejak bulan Mei 2017. Iya merugi. Biaya yang kami keluarkan hingga saat ini lebih kurang Rp18 miliar," katanya, Minggu.

Menurut Kamarudin, PT GAL sebenarnya berhak melakukan pemungutan kepada para penambang. Hal ini didasari perjanjian BUMDes dengan PT Pertamina selaku pemilik aset jalan dan PT GAL terikat perjanjian dengan BUMDes, dimana dimaksudkan untuk mengelola aset jalan milik PT Pertamina, yakni jalan yang saat ini digunakan menjadi jalan houling batu bara.

Baca: Penyiraman tak dibayar, jalan houling tambang diportal PDTP Bartim

Kamarudin menuturkan, sejak tahun 2017 lalu, pihaknya sudah bekerja melakukan pemeliharaan jalan tersebut. Tapi, penambang yang menggunakan tak ada yang membayar kontribusi.

"Dasar penagihan adalah perjanjian antara BUMDes dengan PT Pertamina selaku pemilik hak atas jalan dan landing site dan kami atasnama BUMDes telah membayar sewa ke Pertamina, jika saat ini penambang belum bayar, menunggu waktu saja," katanya. 

Dirincikan Kamarudin, kewajiban PT GAL kepada pelaku usaha jasa penyiraman Rp358 juta per bulan. Pemeliharaan jalan dilakukan sejak 02 Mei 2017. Hal ini setelah ada kesepakatan antara PT Pertamina dengan BUMDes tanggal 1 April 2017.

"Tidak adanya pembayaran dari penambang membuat kami rugi. Biaya yang kami keluarkan sampai saat ini kurang lebih Rp18 Miliar," katanya.