Begini cara pegiat bahasa memasyarakatkan bahasa Sampit

id Begini cara pegiat bahasa memasyarakatkan bahasa Sampit,Lomba puisi,Kotim,Dadang h syamsu

Begini cara pegiat bahasa memasyarakatkan bahasa Sampit

Pegiat bahasa Sampit saat membuka lomba puisi dan pidato berbahasa Sampit di aula kantor Kecamatan Baamang, Sabtu (11/8/2018). (Foto Antara Kalteng/Norjani)

Sampit (Antaranews Kalteng) - Pegiat bahasa di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, melakukan berbagai cara untuk terus memasyarakatkan bahasa setempat, di antaranya melalui lomba puisi dan pidato berbahasa Sampit.

"Ini merupakan salah satu cara mengangkat bahasa Sampit agar dicintai semua kalangan. Tujuannya untuk membudayakan dan memasyarakatkan bahasa Sampit," kata Rusnilawati Yusransyah, salah satu pegiat bahasa Sampit, Sabtu.

Perempuan yang juga Ketua Tim Pengerak PKK Kecamatan Baamang ini mengatakan, penutur bahasa Sampit makin berkurang. Jika tidak dilakukan upaya pelestarian, dikhawatirkan bahasa Sampit akan punah.

Saat ini masyarakat penutur bahasa Sampit tersisa di beberapa lokasi seperti di Kecamatan Baamang, Mentawa Baru Ketapang, Seranau dan Kotabesi. Masyarakat harus terus didorong untuk kembali menggunakan bahasa Sampit.

"Kami juga mengajak anggota PKK mempelopori penggunaan bahasa Sampit karena seorang ibu punya peran strategis, khususnya dalam mengajari anak. Saya berharap nanti ada peraturan daerah terkait pelestarian bahasa Sampit" kata Rusnilawati.

Anggota Komisi III DPRD Kotawaringin Timur, Dadang H Syamsu mengatakan, bahasa Sampit harus menjadi kebanggaan masyarakat Kotawaringin Timur. Perlu ada agenda berkelanjutan dan sistematis untuk melestarikan bahasa Sampit.

"Salah satunya melalui lomba ini. Saya bangga karena makin banyak pihak yang peduli, bahkan akan ada kamus besar Bahasa Sampit. Kita jangan malu menggunakan bahasa Sampit," kata Dadang.

Sementara itu, Ketua Panitia Lomba, Gita Anggraini mengatakan, lomba yang digelar adalah lomba pidato dan puisi berbahasa Sampit. Peserta dibagi menjadi dua kategori yaitu kelompok uluh tabela atau generasi muda berusia 15 sampai 30 tahun dan kelompok suhu atau senior yang sudah mahir.

"Peserta masing-masing lomba ada sekitar 30 peserta. Penilaiannya nanti meliputi pelafalan, penguasaan bahasa dan penghayatan," kata Gita.

Lomba dilaksanakan selama dua hari karena jumlah peserta cukup banyak. Peserta tampak antusias menampilkan kemampuan terbaik mereka.