Pengusaha kuliner Sampit diminta taat bayar pajak

id Pengusaha kuliner Sampit diminta taat bayar pajak,Bappenda,Badan pengelola pendapatan daerah,Marjuki,Kotim,Kuliner,Pariwisata

Pengusaha kuliner Sampit diminta taat bayar pajak

Kepala Badan Pengelola Pendapatan Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur, Marjuki. (Foto Antara Kalteng/Norjani)

Sampit (Antaranews Kalteng) - Pengusaha kuliner di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, khususnya di Sampit diminta jujur dan taat membayar pajak.

"Yang dikenakan pajak itu yang penghasilannya mulai dari Rp7,5 juta per bulan. Kami mengimbau kejujuran pengusaha rumah makan, restoran, kafe dan lainnya. Uang dari pajak itu digunakan untuk kepentingan masyarakat juga. Membayar pajak berarti membantu pembangunan," kata Kepala Badan Pengelola Pendapatan Daerah Kotawaringin Timur, Marjuki di Sampit, Kamis.

Penghitungan nilai pajak saat ini dinilai masih memberi kelonggaran. Pelaku usaha kuliner diminta menghitung sendiri penghasilana, menghitung pajak yang harus dibayarkan dan membayar sendiri pajak tersebut.

Untuk itu diharapkan kejujuran pengusaha kuliner untuk menghitung dan membayar pajak sesuai pendapatan yang mereka peroleh. Pelaku usaha kuliner diminta membuat pembukuan transaksi sehingga bisa menjadi dasar dalam penentuan jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada daerah.

"Untuk usaha kuliner di hotel-hotel koordinasinya sudah bagus. Kini kami meminta kerja sama dan kesadaran pengelola rumah makan lainnya untuk membayar pajak," harap Marjuki.

Hasil pendataan pada pertengahan 2018, ada 110 usaha kuliner di kota Sampit yang meliputi Kecamatan Mentawa Baru Ketapang dan Baamang. Jumlah tersebut terdiri dari lebih dari 15 restoran, 15 kafe, 43 rumah makan dan sisanya warung makan.?

Data itu akan terus diperbarui karena ada tempat usaha kuliner yang baru buka dan ada pula yang tutup. Semua telah dilakukan survei untuk mengetahui potensi omzet masing-masing tempat usaha kuliner tersebut.

Pemerintah daerah menetapkan pajak usaha kuliner sebesar 10 persen dari nilai transaksi. Pajak dihitung dan dibayar setelah ada transaksi.

Marjuki mengingatkan, jangan sampai ada pengelola usaha kuliner yang menarik pajak dari konsumen namun ternyata hasilnya tidak dibayarkan kepada daerah. Tindakan tersebut termasuk penggelapan pajak dan masuk ranah tindak pidana.

Tahun lalu target pendapatan dari pajak usaha kuliner ditetapkan Rp3 miliar dan berhasil dicapai. Tahun ini targetnya dinaikkan menjadi Rp4,2 miliar dan tahun 2020 nanti diharapkan sudah mampu mencapai Rp10 miliar.

Marjuki optimistis realisasi pajak usaha kuliner masih bisa dioptimalkan karena potensinya memang besar. Pihaknya juga sedang mendata usaha kuliner di kecamatan lain di kawasan luar kota yakni Parenggean, Cempaga, Cempaga Hulu, Mentaya Hilir Selatan dan Telawang.