10 tahun terakhir, ada 26.000 trenggiling diperjualbelikan

id trenggiling,ada 26.000 trenggiling diperjualbelikan,analis Wildlife Conservation Society,Yunita Setyorini

10 tahun terakhir, ada 26.000 trenggiling diperjualbelikan

Petugas mengamati seekor Trenggiling (Manis Javanica) yang diserahkan kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali saat serah terima di Denpasar, Bali, Senin (7/1/19). BKSDA Bali menerima seekor satwa liar dilindungi tersebut dari seorang warga yang menyerahkannya setelah Trenggiling itu ditemukan masuk ke dalam rumahnya. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/foc.

Jakarta (ANTARA) - Trenggiling merupakan mamalia paling banyak menjadi sasaran perdagangan satwa liar ilegal di Indonesia, kata analis Wildlife Conservation Society (WCS) Yunita Setyorini.

"Untuk perdagangan trenggiling selama kurun waktu sepuluh tahun menurut analisa yang kami lakukan hampir ada 26.000 trenggiling dari Indonesia yang diperjualbelikan, tujuan paling besar adalah Republik Rakyat China," kata Yunita ketika berbicara dalam presentasi aplikasi melawan perdagangan satwa liar ilegal di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, trenggiling diburu dan diperdagangkan karena sisiknya dipercaya dapat menjadi bahan obat yang ampuh untuk beberapa penyakit seperti asma dan membantu vitalitas tubuh.

Meski kepercayaan tersebut belum terbukti secara ilmiah, tapi satwa itu tetap diburu secara ilegal dan membuatnya terancam punah, kata Yunita dalam acara yang diselenggarakan memperingati Pangolin Day yang jatuh pada tanggal 15 Februari.
Trenggiling (Istimewa)

Penyaluran ilegal itu kerap dilakukan menggunakan jalur laut dan biasanya dilakukan menggunakan pelabuhan-pelabuhan kecil. Indonesia, yang memiliki salah satu jenis trenggiling yaitu sunda pangolin (manis javanica), merupakan salah satu sumber utama perdagangan ilegal tersebut.

Untuk itu, Yunita dan kelima temannya membuat prototipe aplikasi untuk membantu analis mengumpulkan data perdagangan ilegal berupa artikel berita yang ada di internet.

Memakai teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) aplikasi yang diberi nama Pan The Pangolin itu ikut diperlombakan di kontes Global Zoohackton 2019 yang diadakan oleh Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat dan berhasil keluar sebagai juara kedua.

Untuk semakin membantu melawan perdagangan satwa, Tim Navy Pangoling rencananya akan mengembangkan aplikasi tersebut untuk dapat digunakan berbagai pihak terkait.

"Saat ini kita terbuka apabila dari orang-orang konservasi berbagi datanya untuk dipakai pembelajaran algoritmanya. Secara pribadi kita juga sedang merencanakan proposal untuk mendapatkan funding," kata Lintang Sutawika, anggota Tim Navy Pangolin dan rekan Yunita.

 
Analis WCS Yunita Setyorini (tengah) dan Wakil Dubes AS Heather Variava (kedua kanan) dalam acara di pusat kebudayaan @america di Jakarta, Selasa (18/2/2020) (ANTARA/Prisca Triferna)