Pentingnya komunikasi dari hati ke hati bagi anak hadapi kebiasaan baru

id Alisa Qotrunnada Munawaroh Wahid ,komunikasi dari hati ke hati ,kebiasaan baru,Pentingnya komunikasi dari hati ke hati bagi anak hadapi kebiasaan baru

Pentingnya komunikasi dari hati ke hati bagi anak hadapi kebiasaan baru

Psikolog, penggerak, sekaligus pendidik Alisa Qotrunnada Munawaroh Wahid, M.Psi berbicara dalam dialog virtual bertema Sekolah dari Rumah: Kesempatan Memperkuat Nilai-Nilai Keluarga, Jakarta, Kamis (7/1/2021). (ANTARA/Katriana)

Jakarta (ANTARA) - Psikolog, penggerak, sekaligus pendidik, Alisa Qotrunnada Munawaroh Wahid mengatakan anak membutuhkan komunikasi dari hati ke hati dengan orang tua agar bisa beradaptasi dengan kebiasaan baru di tengah pandemi COVID-19.

"Kita perlu heart to heart, sering-sering ngobrol dengan anak untuk making sense out of the new normal," kata Alisa dalam dialog virtual bertema Sekolah dari Rumah: Kesempatan Memperkuat Nilai-Nilai Keluarga di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan di tengah pandemi COVID-19, banyak orang tua mengeluhkan kondisi yang mereka hadapi, karena selain harus tetap bekerja di tengah keterbatasan, mereka juga harus mendampingi anak yang harus belajar secara daring dari rumah.

Namun demikian, orang tua juga perlu menyadari bahwa anak juga menghadapi masalah secara psikologis karena harus menyesuaikan diri dengan kebiasaan baru dan mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Baca juga: Cara aman berkendara di era adaptasi kebiasaan baru

Sebelum pandemi, anak terbiasa dengan kehidupan yang terstruktur, harus bangun pagi, bersiap ke sekolah, belajar di sekolah dan bertemu dengan teman-temannya di sekolah. Namun, setelah pandemi, struktur kehidupan yang telah terbangun itu berubah, karena mereka harus belajar dari rumah.

"Mereka sebenarnya sedang membangun struktur kehidupan mereka. Nah, selama ini struktur itu adalah bangun pagi, sarapan, siap-siap pergi sekolah, bertemu teman-teman. Itu adalah ruang yang sangat menggembirakan buat anak-anak mestinya," katanya.

Sekarang, kata Alisa, harus di rumah saja, banyak anak yang merasa kehilangan struktur ini, karena orang tuanya juga tidak mempersiapkan struktur baru dalam kesehariannya. Jadi seperti liburan, tapi ada beban pelajaran. Inilah yang kemudian memberi tekanan yang sangat besar bagi anak-anak.

Untuk itu, lanjutnya, orang tua sebaiknya bisa berkomunikasi dari hati ke hati dengan anak agar mereka bisa menyesuaikan diri dengan perubahan, dengan kehidupan baru yang harus mereka jalani di tengah pandemi.

"Kita perlu dari hati ke hati. Bagaimana sih kita menjalani kehidupan baru saat ini. Terus apa maknanya. Mengapa semua ini berubah. Misalnya, kalau anak bosan kita harus apa dan sebagainya," katanya.

Baca juga: Ikut kebiasaan baru, emoji hadirkan wajah senyum menggunakan masker

Orang tua harus merancang agenda dengan baik agar bisa meluangkan waktu mendampingi anak belajar di samping menjalankan tugas sehari-hari lainnya. Orang tua juga perlu menyiapkan berbagai strategi agar anak tidak gampang bosan karena harus tetap berada di dalam rumah.

"Apa saja yang perlu kita siapkan sebagai seorang ibu untuk menghadapi situasi ini. Semua harus diatur sebaik mungkin," kata Alisa.

Baca juga: Sederet olahraga yang jadi tren selama adaptasi kebiasaan baru

Baca juga: Sederet aktivitas luar ruangan yang 'aman' di masa adaptasi kebiasaan baru

Baca juga: Minimal berapa kali untuk kontrol kehamilan di adaptasi kebiasaan baru?