Jakarta (ANTARA) - Usai dihentikannya drama “Joseon Exorcist” akibat masalah distorsi sejarah, rupanya tidak hanya berdampak pada kerugian produksi film tapi juga pada saham YG Entertaiment dan SBS di Negeri Ginseng.
YG Entertainment adalah perusahaan induk dari YG STUDIOPLEX yang memproduksi “Joseon Exorcist”, sementara SBS merupakan stasiun televisi yang menyiarkan drama yang dibintangi oleh Jang Dong Yoon itu.
Dilansir dari Soompi, Minggu, harga saham kedua perusahaan itu mengalami penurunan sebesar 71,6 miliar Won Korea (63,3 juta dolar AS).
Baca juga: Big Hit hingga YG Entertainment bergabung luncurkan VenewLive
Baca juga: Agensi BTS dan TXT bakal investasi ratusan miliar di YG Plus
Padahal pada saat penayangan perdana yaitu 22 Maret 2021 kedua perusahaan itu memiliki jumlah saham gabungan sebesar 1.301 triliun Won Korea(1.150 miliar Dolar AS), namun pada akhirnya setelah pengumuman drama itu dihentikan akibat adanya penggunaan properti dari China di era dinasti Joseon yang menuai protes, maka saham gabungan kedua perusahaan itu merosot hingga 1.229 triliun Won Korea (1.087 miliar Dolar AS) pada 26 Maret 2021.
Kerugian produksi yang dialami oleh rumah produksi “Joseon Exorcist” pun dilaporkan mencapai 32 miliar Won Korea atau setara 28,2 juta Dolar AS.
Analisis dari sekuritas Shinhan Investment turut menyebutkan SBS dapat mengalami kerugian lagi hingga 7 miliar Won jika episode yang sudah rampung tetap tidak ditayangkan.
Pembatalan film dengan distorsi sejarah itu merupakan kasus pertama di Korea Selatan.
Film lainnya yang diduga akan tayang dengan distorsi sejarah pun diketahui terseret karena pembatalan penayangan “Joseon Exorcist”. Film yang dikhawatirkan mengubah jalan cerita sejarah Korea itu bertajuk “Snowdrop”.
Film itu akan berlatar waktu tahun 1987 yang menjadi tahun terjadinya gerakan demokrasi di Korea Selatan hingga akhirnya negara itu memiliki Republik seperti saat ini.
Dijadwalkan tayang pertengahan 2021, drama yang dibintangi oleh Jisoo BLACKPINK dan Jung Hae in itu sudah menuai protes dikhawatirkan berpotensi meremehkan perjuangan demokrasi di Korea Selatan.