Erick Thohir: Laba bersih BUMN capai Rp126 triliun 2021

id laba bumn,kementerian bumn,dividen bumn,perusahaan pelat merah,erick thohir,komisi vi dpr

Erick Thohir: Laba bersih BUMN capai Rp126 triliun 2021

Ilustrasi -Gedung Kementerian BUMN, Jakarta. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nz

Jakarta (ANTARA) - Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir menyampaikan total laba bersih perusahaan pelat merah di Indonesia mencapai Rp126 triliun sepanjang tahun 2021.

"Total pendapatan BUMN Rp1.983 triliun atau setara 99 persen dari pendapatan APBN," ujarnya saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR Jakarta, Selasa.

Menteri Erick mengatakan perbaikan kinerja perusahaan-perusahaan melalui program transformasi juga berdampak positif terhadap kontribusi untuk negara.

Ia menuturkan total pajak, dividen, dan penerimaan negara bukan pajak yang diberikan BUMN secara konsolidasi mencapai Rp371 triliun. Menteri Erick optimistis setoran dividen akan kembali normal setelah pandemi nanti.

"Alhamdulillah laba 2021 dibandingkan tahun sebelumnya yang tadinya Rp13 triliun sekarang dengan segala efisiensi dan perbaikan model bisnis yang didukung Komisi VI DPR RI, laba untuk 2021 sebesar Rp126 triliun. Ini adalah prestasi yang saya rasa luar biasa," kata Erick.

Menteri Erick mengajukan penambahan anggaran Kementerian BUMN untuk 2023 sebesar Rp79,7 miliar atau menjadi Rp311 miliar dari sebelumnya yang hanya sebesar Rp232 miliar.

Ia menyebut pagu indikatif yang diberikan kepada Kementerian BUMN menjadi yang terkecil dibandingkan seluruh kementerian. Meski begitu, Erick menegaskan Kementerian BUMN tetap bekerja secara efisien dan kalkulatif.

"Jika tidak keberatan, kami menginginkan bisa tetap dijaga di angka Rp300-an miliar, tidak terus menerus menurun seperti hari ini yang Rp194 miliar. Apalagi kalau melihat amanah yang diberikan Komisi VI DPR RI yang mana kami terus bisa memastikan pembukaan lapangan kerja, melakukan pendampingan kepada UMKM, dan terus juga menjaga proyek strategis nasional," jelas Erick.

Apabila dibandingkan dengan total aset yang dikelola oleh BUMN mencapai Rp8.998 triliun, maka pagu itu sangat kecil mengingat beban yang dikerjakan oleh perusahaan-perusahaan pelat merah.

Anggota Komisi VI DPR Mufti Anam mengapresiasi capaian Kementerian BUMN dalam meningkatkan kinerja perusahaan-perusahaan pelat merah meski di tengah tantangan pandemi.

Menurutnya, mantan Presiden Inter Milan itu berhasil melampaui sejumlah target yang dicanangkan oleh pemerintah.

"Kami sampaikan apresiasi atas kinerja 2021, catatan yang kami terima dividen sudah melampaui target dari Rp35 triliun sudah tercapai Rp41 triliun. Ini kerja yang tidak mudah, tapi berhasil dilakukan," kata Anam.

Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade menyampaikan bahwa Menteri Erick berhasil mencatatkan sejarah dengan laporan keuangan BUMN yang terkonsolidasi.

"Ini pertama dalam sejarah, Kementerian BUMN mampu melakukan konsolidasi. Ini perlu kita apresiasi," ucap Andre.

Selain itu, Erick Thohir juga menjelaskan rencana pemerintah untuk menaikkan tarif listrik bagi pelanggan golongan mampu di atas 3.000 volt ampere (VA).

"Hari ini bukan eranya lagi kita mensubsidi rakyat yang mampu. Karena itu, mungkin listrik pun ke depan yang di atas 3.000 VA bisa saja ada kebijakan tidak lagi disubsidi," kata Erick Thohir.

Erick menyampaikan bahwa pemerintah tetap mementingkan kondisi rakyat, di mana listrik masyarakat tidak mampu akan tetap ditanggung oleh negara melalui pemberian subsidi.

Pada 2022, pemerintah menetapkan tambahan subsidi listrik sebesar Rp3,1 triliun dari sebelumnya Rp56,5 triliun menjadi Rp59,6 triliun. Selain itu, pemerintah juga menambah kompensasi listrik sebesar Rp21,4 triliun.

Pemerintah berencana menerapkan skema tarif adjustment pada tahun ini sebagai strategi jangka pendek sektor ketenagalistrikan untuk menghadapi kenaikan harga minyak dunia.

Kebijakan penyesuai tarif listrik secara jangka pendek diproyeksikan akan menghemat kompensasi subsidi sebesar Rp7-16 triliun.

Tarif adjusment adalah mekanisme mengubah dan menetapkan turun naiknya besaran tarif listrik mengikuti perubahan besarnya faktor ekonomi mikro agar tarif yang dikenakan kepada konsumen mendekati Biaya Pokok Penyediaan Listrik (BPP).

Penyesuaian tarif itu untuk mempertahankan kelangsungan pengusahaan penyediaan tenaga listrik, peningkatan mutu pelayanan kepada konsumen, peningkatan elektrifikasi, dan mendorong subsidi listrik yang lebih tepat sasaran akibat adanya perubahan kurs, harga minyak mentah Indonesia (ICP), dan inflasi untuk pembiayaan penyediaan tenaga listrik termasuk bahan bakar.