Kurang dari dua tahun, rasio utang Indonesia turun jadi 37,91 persen
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebutkan rasio utang Indonesia pada Juli 2022 menurun menjadi 37,91 persen dalam waktu kurang dari dua tahun, didorong pengendalian pembiayaan utang seiring makin baiknya kinerja APBN serta pulihnya perekonomian.
"APBN kita mengalami eksposur dengan adanya defisit yang melonjak pada tahun 2020 dan 2021 sehingga rasio utang kita sempat meningkat dari 30 persen pada 2019 menjadi 40 persen pada tahun 2021," kata Menkeu Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Jakarta, Kamis.
Karena itu ia menilai penurunan rasio utang Indonesia tersebut adalah suatu konsolidasi fiskal yang sangat-sangat cepat dibandingkan berbagai negara di dunia, dimana rasio utangnya masih tinggi dan bahkan terus meningkat.
Baca juga: Subsidi energi melebar Rp198 triliun jika BBM tak naik, kata Sri Mulyani
Sampai saat ini, kata dia, pemulihan ekonomi domestik akan terus berlanjut sehingga dengan momentum tersebut Indonesia akan mulai melakukan konsolidasi APBN untuk menjadi sehat kembali setelah bekerja sangat keras selama dua tahun terakhir.
Penurunan rasio utang, kata Sri Mulyani, menyebabkan Indonesia mendapatkan perbaikan peringkat utang dari Lembaga Pemeringkat Internasional The Standard and Poor's (S&P). Kemudian lembaga pemeringkat internasional lainnya seperti Moody's dan Fitch turut memberikan prospek positif terhadap ekonomi Indonesia ke depan.
"Hanya 30 negara yang memiliki perbaikan peringkat utang, sedangkan 161 negara lain mendapatkan penurunan peringkat. Sebanyak 109 negara prospeknya justru direvisi menjadi negatif," ucap Sri Mulyani.
Dengan penurunan rasio utang dan peningkatan peringkat utang Indonesia oleh berbagai lembaga internasional, dirinya pun berpendapat seluruh kondisi tersebut menggambarkan kondisi APBN relatif cukup baik.
Baca juga: Presiden minta target KUR naik jadi Rp320 triliun pada 2024
Baca juga: Staf ahli Menkeu pastikan keamanan NIK penduduk setelah terintegrasi NPWP
Baca juga: Menkeu Sri Mulyani: Jangan pernah lelah mencintai Indonesia
"APBN kita mengalami eksposur dengan adanya defisit yang melonjak pada tahun 2020 dan 2021 sehingga rasio utang kita sempat meningkat dari 30 persen pada 2019 menjadi 40 persen pada tahun 2021," kata Menkeu Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Jakarta, Kamis.
Karena itu ia menilai penurunan rasio utang Indonesia tersebut adalah suatu konsolidasi fiskal yang sangat-sangat cepat dibandingkan berbagai negara di dunia, dimana rasio utangnya masih tinggi dan bahkan terus meningkat.
Baca juga: Subsidi energi melebar Rp198 triliun jika BBM tak naik, kata Sri Mulyani
Sampai saat ini, kata dia, pemulihan ekonomi domestik akan terus berlanjut sehingga dengan momentum tersebut Indonesia akan mulai melakukan konsolidasi APBN untuk menjadi sehat kembali setelah bekerja sangat keras selama dua tahun terakhir.
Penurunan rasio utang, kata Sri Mulyani, menyebabkan Indonesia mendapatkan perbaikan peringkat utang dari Lembaga Pemeringkat Internasional The Standard and Poor's (S&P). Kemudian lembaga pemeringkat internasional lainnya seperti Moody's dan Fitch turut memberikan prospek positif terhadap ekonomi Indonesia ke depan.
"Hanya 30 negara yang memiliki perbaikan peringkat utang, sedangkan 161 negara lain mendapatkan penurunan peringkat. Sebanyak 109 negara prospeknya justru direvisi menjadi negatif," ucap Sri Mulyani.
Dengan penurunan rasio utang dan peningkatan peringkat utang Indonesia oleh berbagai lembaga internasional, dirinya pun berpendapat seluruh kondisi tersebut menggambarkan kondisi APBN relatif cukup baik.
Baca juga: Presiden minta target KUR naik jadi Rp320 triliun pada 2024
Baca juga: Staf ahli Menkeu pastikan keamanan NIK penduduk setelah terintegrasi NPWP
Baca juga: Menkeu Sri Mulyani: Jangan pernah lelah mencintai Indonesia