Jakarta (ANTARA) - Majelis Masyayikh secara resmi meluncurkan Dokumen Penjaminan Mutu Pesantren yang akan menjadi acuan induk penjaminan mutu bagi pondok pesantren di Indonesia.
"Kami belajar dan berhati-hati semua dokumen yang diproduksi melalui Majelis Masyayikh dapat diterima oleh semua stakeholder," ujar Ketua Majelis Masyayikh Abdul Ghaffar Rozin di Jakarta, Selasa.
Rozin mengatakan dokumen yang disingkat SPM Pesantren ini akan menjadi dokumen operasional yang menterjemahkan UU Pesantren dalam bentuk standar yang jelas bagi pesantren.
Dokumen penjaminan mutu pesantren ini, kata dia, diharapkan dapat menjadi pengendali kualitas bagi pondok pesantren, pasca-pengakuan pemerintah terhadap sistem pendidikan di lembaga yang dipimpin oleh para kiai ini.
"Kami melakukan pendekatan secara akademik untuk mengonfirmasi. Kemudian uji publik mengundang stakeholder pesantren. Langkah ini dilakukan untuk memperkecil kesalahan yang tidak perlu," katanya.
Ia mengatakan sistem penjaminan mutu ini akan diterapkan untuk seluruh jenjang pendidikan di pesantren yaitu Pendidikan Diniyyah Formal, Pendidikan Muadalah, hingga Ma’had Aly, atau level pendidikan setara dengan jenjang SD hingga perguruan tinggi.
Menurut Rozin, standar ini bukan bentuk intervensi pemerintah karena lahir dari pesantren sendiri. "Semua anggota Majelis Masyayikh ini punya pesantren, kami juga tidak mau diintervensi," ucapnya.
Dokumen SPM Pesantren merupakan garis besar model pendidikan yang akan disinkronkan dengan Dewan Masyayikh yaitu lembaga penjaminan mutu di level satuan pendidikan. Tentang detail standar mutu bagi pesantren itu sendiri akan ditentukan oleh Dewan Masyayikh.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI TB Ace Hasan Syadzily mengatakan dokumen penjaminan mutu ini adalah dokumen penting yang mampu membentuk figur pesantren Indonesia yang utuh sesuai keinginan undang-undang dan juga profil santri Indonesia.
"Jadi sebenarnya dokumen ini adalah rohnya pesantren," kata Ace.
Ia menegaskan standarisasi mutu bukanlah bentuk campur tangan pemerintah, namun bentuk rekognisi agar pesantren dapat menjadi khas di mata publik.
Majelis Masyayikh dibentuk pertama kali dengan masa khidmat 2021-2026 berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 1154 Tahun 2021 tentang Majelis Masyayikh dan menetapkan sembilan anggota.
Sejak terbitnya Undang-undang (UU) Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, pemerintah memberikan pengakuan secara utuh kepada pesantren yang memiliki kekhasan dan keaslian dalam pendidikannya, tanpa harus mengadopsi kurikulum nasional.
Sejak itu ijazah pesantren diakui negara dan alumninya dapat melanjutkan jenjang pendidikan ke manapun atau melamar ke instansi manapun baik negeri maupun swasta, tanpa harus mengikuti ujian persamaan Kemendibud atau Kemenag.
Meski telah diakui sepenuhnya, namun sampai saat ini belum ada standar baku mutu yang jelas untuk mengukur kualitas pendidikan pesantren. Oleh amanat Undang-Undang inilah Majelis Masyayikh menginisiasi standarisasi mutu melalui dokumen yang telah di uji publik ini.