Tak datang sidang pelanggaran administratif, Bawaslu RI tegur KPU RI

id Bawaslu RI,KPU RI,Kalteng, Bawaslu RI tegur KPU RI,pelanggaran administratif

Tak datang sidang pelanggaran administratif, Bawaslu RI tegur KPU RI

Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja (kanan) dan Ketua Bawaslu Provinsi Banten Ali Faisal di Alun-alun Kota Serang dalam kegiatan pengawasan Pemilu, Kamis (23/11/2023). (ANTARA/Desi Purnama Sari)

Jakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menegur Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI karena anggota penyelenggara pemilu ini tidak hadir dalam sidang pemeriksaan pelanggaran administratif pemilu mengenai keterwakilan perempuan kurang dari 30 persen pada pemilu anggota legislatif.

Anggota Bawaslu RI Puadi selaku ketua majelis hakim mengatakan bahwa ketidakhadiran anggota KPU RI sebagai pihak terlapor akan menjadi catatan bagi majelis. Berdasarkan keterangan kuasa hukum, anggota KPU RI sedang berada di Jakarta, tetapi ada tugas dan kegiatan organisasi.

"Persidangan sangat penting seharusnya principal, perwakilan, satu harus hadir meski sudah dikuasakan. Akan tetapi, ini menjadi justifikasi, catatan majelis," kata Puadi di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Kamis.

Sementara itu, Titi Anggraini, dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia sekaligus pelapor, mengatakan bahwa pihaknya mengkritik, menyesalkan, menyayangkan, serta kecewa dengan ketidakhadiran anggota KPU dalam persidangan, terlebih terlapor sudah dua kali tidak menghadiri sidang.

"Jadi, dengan adanya fakta persidangan ini, publik bisa menilai sesungguhnya tidak ada iktikad baik dari terlapor untuk menegakkan affirmative action sebagai agenda demokrasi dalam penyelenggaraan pemilu kita," kata Titi.

Sebelumnya, Bawaslu menggelar sidang pemeriksaan pelanggaran administratif pemilu dengan agenda pembacaan oleh perwakilan Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan, dan tanggapan dari KPU RI sebagai terlapor, Selasa, (21/11). Namun, agenda tersebut ditunda untuk diadakan pada Kamis siang.

Dalam persidangan tersebut, Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Mikewati Vera Tangka mengatakan bahwa KPU telah melakukan pelanggaran administrasi setelah menetapkan daftar calon tetap (DCT) yang tidak memenuhi syarat kuota keterwakilan perempuan, paling sedikit 30 persen.

Ia menilai penetapan DCT tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 245 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Pasal 8 ayat (1) huruf c Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor 24/P/HUM/2023.