Mengenal gejala gangguan mental pada ibu seusai melahirkan

id gangguan mental ,baby blues,usai melahirkan

Mengenal gejala gangguan mental pada ibu seusai melahirkan

Ilustrasi ibu melahirkan. (Pixabay)

Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis obstetri dan ginekologi dari Kelompok Staf Medis Kebidanan dan Penyakit Kandungan Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo Jakarta I Putu Gede Kayika menyampaikan, beban mental dan emosional pada ibu yang baru melahirkan dapat menyebabkan gangguan mental seperti baby blues dan depresi pasca-persalinan.

"Seorang ibu yang baru mengalami perubahan proses itu, secara mental atau psikisnya mengalami beban yang bisa mengganggu orang di lingkungan, termasuk anaknya," katanya dalam acara kesehatan daring pada Senin.

"Kondisi seperti itu ada banyak, seperti baby blues, kalau kita lihat itu masih tergolong ringan. Ada yang lebih berat lagi, itu depresi postpartum," ia menambahkan.

Ia menyampaikan bahwa banyak perempuan yang menghadapi tantangan besar dalam mengelola perubahan fisik, psikis, dan emosional signifikan setelah melahirkan. 

Menurut dia, kondisi yang demikian bisa menimbulkan gangguan mental pasca-melahirkan yang gejalanya bisa berupa munculnya perasaan sedih, kecemasan, kebingungan, serta kehilangan minat dalam aktivitas sehari-hari.

Baca juga: Psikolog : Tunda pernikahan jika belum siap cegah 'baby blues'

Putu mengatakan, ibu yang baru melahirkan juga bisa mengalami penurunan nafsu makan yang menyebabkan berat badan turun, kesulitan berkonsentrasi dan mengambil keputusan, serta merasa tertekan sepanjang hari.

Selain itu, ia melanjutkan, perempuan yang baru melahirkan dapat merasakan kelelahan yang berlebihan, kesulitan tidur, perubahan suasana hati tiba-tiba, serta kewalahan menjalankan tugas-tugas baru setelah kelahiran bayinya.

Perubahan-perubahan yang dialami oleh ibu yang baru melahirkan, menurut dia, bisa membuat mereka merasa terlalu lelah untuk melakukan kegiatan yang sebelumnya mereka nikmati seperti menonton dan beraktivitas di media sosial.

Putu menyampaikan, gejala-gejala tersebut menandai terjadinya depresi pasca-melahirkan apabila berlangsung lebih dari dua minggu dan menghambat tugas ibu dalam merawat bayi.

Baca juga: Diduga sindrom "baby blues", polisi periksa ibu tenggelamkan bayi ke dalam ember

"Kurang lebih gejala awalnya mirip gitu. Tapi, biasanya baby blues terjadi seminggu atau dua minggu pertama," katanya.

"Sementara yang lebih berat itu akan lebih dari dua minggu dan bisa masuk ke dalam kategori depresi pasca-melahirkan. Jadi, intensitasnya lebih berat dengan durasi yang lebih lama hingga bisa menghambat fungsi dari ibu dalam aktivitas sehari-harinya sebagai orang yang punya bayi," ia menjelaskan.

Putu mengemukakan bahwa gangguan mental pada ibu menjadi lebih serius apabila munculnya ide untuk menyakiti diri sendiri atau bayinya. Kondisi yang demikian merupakan tanda bahaya dari depresi pasca-persalinan.

Dia menyampaikan perlunya peningkatan pengetahuan keluarga mengenai kondisi mental dan emosional ibu seusai melahirkan dalam upaya mengurangi risiko gangguan mental dan memberikan dukungan yang tepat bagi ibu yang baru melahirkan.

Putu menyampaikan bahwa para suami diharapkan lebih peka dan proaktif dalam memberikan dukungan serta perhatian kepada istri selama masa yang rentan tersebut.

Baca juga: Psikiater : 'Baby blues' yang tak tertangani bisa sebabkan depresi

Baca juga: Mengenal 'De'Quarvain' yang sering dialami ibu baru