DPRD Kalteng sahkan dasar hukum pembentukan Badan Riset dan Inovasi Daerah
Palangka Raya (ANTARA) - Anggota DPRD Kalimantan Tengah Sengkon menyatakan bahwa ada satu dari tiga rancangan peraturan daerah yang telah ditetapkan menjadi perda, sebagai dasar hukum dalam pembentukan Badan Riset dan Inovasi Daerah sendiri, atau tidak lagi di bawah organisasi perangkat daerah lain.
Adapun dasar hukumnya adalah Perda Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kalteng yang terdiri dari 11 bab dan 21 pasal, kata Sengkon usai menjadi juru bicara dalam rapat gabungan DPRD Kalteng dengan agenda pengerahan tiga raperda menjadi perda, di ruang rapat gabungan, Selasa.
"Jadi, setelah memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, maka Badan Riset dan Inovasi Daerah sudah bisa berdiri sendiri dan sudah memiliki Aparatur sipil negara (ASN) dalam jabatan fungsional riset di daerah," singkat Sengkon.
Sebelumnya, Ketua DPRD Kalteng Wiyatno menyatakan bahwa pihaknya bersama pemerintah provinsi, telah menetapkan tiga raperda menjadi perda. Di mana ketiga raperda itu yakni, tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Dayak Kalteng, tentang Daerah Aliran Sungai (DAS) Kalteng, dan tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kalteng.
Dia pun memastikan bahwa semua fraksi pendukung di DPRD Kalteng telah sepakat ketiga raperda itu ditetapkan menjadi perda, sehingga dalam waktu dekat akan disampaikan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk dievaluasi sekaligus diundangkan sebagai peraturan yang sah.
"Semoga ketiga perda yang baru disahkan itu, dapat memberikan dampak sangat positif bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di Kalteng," kata Wiyatno.
Baca juga: Raperda Perlindungan MHA Dayak dan DAS Kalteng ditetapkan jadi Perda
Di tempat yang sama, Juru Bicara Badan Pembentukan peraturan daerah (Bapemperda) DPRD Kalteng Kuwu Senilawati menyatakan bahwa subtansi raperda tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Dayak di Kalteng, sebagai bentuk pengakuan maupun perlindungan terhadap keberadaan masyarakat hukum adat di provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai-Bumi Pancasila ini.
Dia mengatakan bahwa tidak ada perbedaan dalam semua hak asasi manusia yang diakui dalam hukum internasional dan nasional, termasuk hak-hak kolektif sangat diperlukan untuk pengembangan kehidupan serta keberadaannya secara utuh sebagai suatu kelompok masyarakat.
"Apalagi masyarakat Hukum Adat Dayak merupakan cerminan Kebhinekaan bangsa Indonesia yang harus diakui dan dilindungi sesuai perintah Undang-Undang Dasar 1945," demikian Kuwu Senilawati.
Baca juga: Diperlukan langkah komprehensif menyelesaikan konflik pertanahan di Kalteng
Baca juga: DPRD Kalteng terima LKPj Gubernur tahun anggaran 2023
Baca juga: Wakil Ketua DPRD Kalteng puji kemajuan Kapuas
Adapun dasar hukumnya adalah Perda Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kalteng yang terdiri dari 11 bab dan 21 pasal, kata Sengkon usai menjadi juru bicara dalam rapat gabungan DPRD Kalteng dengan agenda pengerahan tiga raperda menjadi perda, di ruang rapat gabungan, Selasa.
"Jadi, setelah memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, maka Badan Riset dan Inovasi Daerah sudah bisa berdiri sendiri dan sudah memiliki Aparatur sipil negara (ASN) dalam jabatan fungsional riset di daerah," singkat Sengkon.
Sebelumnya, Ketua DPRD Kalteng Wiyatno menyatakan bahwa pihaknya bersama pemerintah provinsi, telah menetapkan tiga raperda menjadi perda. Di mana ketiga raperda itu yakni, tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Dayak Kalteng, tentang Daerah Aliran Sungai (DAS) Kalteng, dan tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kalteng.
Dia pun memastikan bahwa semua fraksi pendukung di DPRD Kalteng telah sepakat ketiga raperda itu ditetapkan menjadi perda, sehingga dalam waktu dekat akan disampaikan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk dievaluasi sekaligus diundangkan sebagai peraturan yang sah.
"Semoga ketiga perda yang baru disahkan itu, dapat memberikan dampak sangat positif bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di Kalteng," kata Wiyatno.
Baca juga: Raperda Perlindungan MHA Dayak dan DAS Kalteng ditetapkan jadi Perda
Di tempat yang sama, Juru Bicara Badan Pembentukan peraturan daerah (Bapemperda) DPRD Kalteng Kuwu Senilawati menyatakan bahwa subtansi raperda tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Dayak di Kalteng, sebagai bentuk pengakuan maupun perlindungan terhadap keberadaan masyarakat hukum adat di provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai-Bumi Pancasila ini.
Dia mengatakan bahwa tidak ada perbedaan dalam semua hak asasi manusia yang diakui dalam hukum internasional dan nasional, termasuk hak-hak kolektif sangat diperlukan untuk pengembangan kehidupan serta keberadaannya secara utuh sebagai suatu kelompok masyarakat.
"Apalagi masyarakat Hukum Adat Dayak merupakan cerminan Kebhinekaan bangsa Indonesia yang harus diakui dan dilindungi sesuai perintah Undang-Undang Dasar 1945," demikian Kuwu Senilawati.
Baca juga: Diperlukan langkah komprehensif menyelesaikan konflik pertanahan di Kalteng
Baca juga: DPRD Kalteng terima LKPj Gubernur tahun anggaran 2023
Baca juga: Wakil Ketua DPRD Kalteng puji kemajuan Kapuas