Sampit (ANTARA) - Pemerintah pusat disarankan merevisi harga eceran tertinggi (HET) beras premium di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah karena dinilai sulit diterapkan lantaran harga beras premium di daerah produsen sudah tinggi.
"Jadi rekomendasi kami sebagai Tim Satgas Pengendalian Harga Beras di daerah adalah salah satunya menetapkan HET yang baru karena HET yang ada saat ini dianggap sudah tidak relevan," kata Kepala Perum Bulog Kantor Cabang Kotawaringin Timur, Muhammad Azwar Fuad di Sampit, Senin.
Dia menjelaskan, aturan HET beras premium dibagi berdasarkan tiga zonasi yaitu Zona 1 untuk daerah penghasil sentra padi nasional seperti di Pulau Jawa dan Sulsel, Zona 2 yaitu di luar Jawa yang dinilai secara akses dan infrastruktur sudah relatif mudah seperti Kalimantan, sedangkan Zona 3 itu daerah sulit atau aksesnya masih terbatas seperti Maluku, Papua dan NTT.
Pemerintah menetapkan HET beras premium di Kalimantan (Zona 2) adalah Rp15.400 per kilogram. Faktanya, harga beras premium di pasaran, khususnya di Kotawaringin Timur saat ini berkisar Rp16.000 sampai Rp17.000 per kilogram.
Fuad mengatakan, belum lama ini tim dari Satuan Tugas Pengendalian Harga Beras yang anggotanya terdiri dari unsur Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Bareskrim Polri, turun memantau harga beras di Kotawaringin Timur.
Salah satu perintahnya adalah menertibkan harga beras yang dijual di atas HET. Tetapi setelah dilakukan inspeksi mendadak atau pengecekan di lapangan, diketahui sebenarnya yang membuat harga beras premium di atas HET bukanlah ulah pedagang yang sengaja mencari untung terlalu tinggi, tetapi karena memang harga di Jawa yang sudah mahal dan hampir mendekati HET.
Kondisi ini dinilai cukup dilematis. Pedagang menyesuaikan harga jual agar bisa tetap mendapatkan keuntungan, meski akhirnya melampaui HET yang ditetapkan.
"Daripada pedagang memaksa menjual di bawah HET tidak mungkin karena rugi, daripada dia stop jualan takut dirazia, lebih baik diusulkan HET yang diubah," tambah Fuad.
Baca juga: Bupati Kotim minta ASN berintegritas, inovatif dan efisien
Menurut Fuad, Satgas Pengendalian Harga Beras Daerah menyarankan pemerintah membuat aturan HET berdasarkan kecamatan dan tingkat kesulitan akses daerahnya. Hal itu dinilai lebih adil karena sesuai dengan kondisi di daerah masing-masing.
Misalnya di Kalimantan adalah Zona 2, harga beras di dalam kota pasti berbeda dengan di kecamatan yang jauh karena biaya angkut ke kecamatan sudah setara dengan biaya angkut beras dari Jawa ke Sampit yaitu Rp600 sampai Rp700 per kilogram.
Saran kedua, memberikan subsidi ongkos angkut dari daerah produsen atau penghasil ke distributor sehingga harga jual bisa dipertahankan di bawah HET.
Saran ketiga, diimbau bisa mengonsumsi beras medium, baik SPHP atau beras lokal. Namun, tantangannya adalah menyangkut selera konsumen, karena ini tidak bisa dipaksakan.
"Jadi yang saat ini bisa dilakukan mungkin merevisi HET dan disesuaikan dengan kondisi daerah. Kalau kondisi seperti ini dipaksakan, lalu mereka dianggap salah dan dicabut izinnya, maka mereka tidak bisa berjualan. Kalau beras langka maka yang repot nanti juga masyarakat. Mudah-mudahan kebijakan dari pisat," demikian Fuad.
Baca juga: Puluhan pejabat Pemkab Kotim mendaftar seleksi 11 jabatan
Baca juga: Dermaga Basirih Hulu-Pulau Hanaut mulai sumbang PAD
Baca juga: Pemkab Kotim apresiasi JSIT berikan warna penting dalam dunia pendidikan
