Untuk Rehabilitasi Orangutan, PT SSMS Berikan Lahan Seluas 1.434 Hektare
Palangka Raya (Antara Kalteng) - PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk menyediakan dan memberikan lahan seluas 1.434 hektare yang terletak di Pulau Salad Nusa Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimantan Tengah untuk dijadikan tempat merehabilitasi orangutan.
Penyediaan areal yang diberikan kepada Yayasan BOS tersebut sebagai bentuk dukungan terhadap pelestarian habitat dan ekosistem, kata Direktur Utama PT SSMS Vallauthan Subraminam, melalui rilis di Palangka Raya, Jumat.
"Kami menjunjung tinggi komitmen pengelolaan perkebunan dengan mengikuti kaidah tata kelola lingkungan yang lestari atau sustainable. Kami tertantang menunjukkan bahwa bisnis yang sustainable bisa berjalan seiring dengan upaya konservasi," tambahnya.
PT SSMS menyadari pentingnya upaya pelestarian habitat dan ekosistem. Untuk itu pihaknya sangat mendukung upaya Yayasan BOS yang mencoba menyiapkan sebuah wilayah dengan kondisi menyerupai habitat alami orangutan sebagai area suaka bagi orangutan siap dilepasliarkan ke hutan, dan suaka bagi orangutan yang karena kondisinya, sama sekali tidak bisa dilepaskan ke hutan.
"Selain menyediakan lahan, kami berencana mengembangkan Pulau Salad Nusa menjadi salah satu destinasi wisata di Kalteng, sehingga dapat memberikan tingkat kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat sekitar," kata Vallauthan.
Sebelumnya, CEO Yayasan BOS Jamartin Sihite mengatakan daya tampung orangutan di Nyaru Menteng idealnya hanya 300 individu, namun sekarang ini jumlahnya hampir 500 individu, sehingga dibutuhkan lokasi baru dalam melakukan rehabilitasi maupun pra-pelepasliaran.
Dia mengatakan bersyukur kawasan Pulau Salat Nusa diizinkan menjadi kawasan konservasi karena memiliki daya dukung ideal dengan vegetasi yang terpelihara secara baik dan terisolasi oleh air sungai sepanjang tahun.
"Lokasi ini juga tidak teridentifikasi memiliki populasi orangutan liar, cukup luas untuk mendukung kemampuan adaptasi, sosialisasi, dan ketersediaan pakan bagi orangutan saat mengikuti pra-pelepasliaran ke hutan," ucap Jamartin.
Pulau Salat merupakan salah satu wilayah yang sangat sesuai menurut survei yang dilakukan, dan Yayasan BOS menyerukan kepada seluruh pemangku kepentingan dalam pelestarian lingkungan, baik itu pemerintah, masyarakat, pelaku bisnis, dan organisasi massa, untuk bersama berkomitmen mendukung konservasi orangutan dan habitatnya untuk kepentingan bersama.
"Kita masih memiliki kewajiban memenuhi Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia yang menyatakan bahwa di tahun 2015, tidak boleh ada lagi orangutan di pusat rehabilitasi," demikian Jamartin.
Penyediaan areal yang diberikan kepada Yayasan BOS tersebut sebagai bentuk dukungan terhadap pelestarian habitat dan ekosistem, kata Direktur Utama PT SSMS Vallauthan Subraminam, melalui rilis di Palangka Raya, Jumat.
"Kami menjunjung tinggi komitmen pengelolaan perkebunan dengan mengikuti kaidah tata kelola lingkungan yang lestari atau sustainable. Kami tertantang menunjukkan bahwa bisnis yang sustainable bisa berjalan seiring dengan upaya konservasi," tambahnya.
PT SSMS menyadari pentingnya upaya pelestarian habitat dan ekosistem. Untuk itu pihaknya sangat mendukung upaya Yayasan BOS yang mencoba menyiapkan sebuah wilayah dengan kondisi menyerupai habitat alami orangutan sebagai area suaka bagi orangutan siap dilepasliarkan ke hutan, dan suaka bagi orangutan yang karena kondisinya, sama sekali tidak bisa dilepaskan ke hutan.
"Selain menyediakan lahan, kami berencana mengembangkan Pulau Salad Nusa menjadi salah satu destinasi wisata di Kalteng, sehingga dapat memberikan tingkat kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat sekitar," kata Vallauthan.
Sebelumnya, CEO Yayasan BOS Jamartin Sihite mengatakan daya tampung orangutan di Nyaru Menteng idealnya hanya 300 individu, namun sekarang ini jumlahnya hampir 500 individu, sehingga dibutuhkan lokasi baru dalam melakukan rehabilitasi maupun pra-pelepasliaran.
Dia mengatakan bersyukur kawasan Pulau Salat Nusa diizinkan menjadi kawasan konservasi karena memiliki daya dukung ideal dengan vegetasi yang terpelihara secara baik dan terisolasi oleh air sungai sepanjang tahun.
"Lokasi ini juga tidak teridentifikasi memiliki populasi orangutan liar, cukup luas untuk mendukung kemampuan adaptasi, sosialisasi, dan ketersediaan pakan bagi orangutan saat mengikuti pra-pelepasliaran ke hutan," ucap Jamartin.
Pulau Salat merupakan salah satu wilayah yang sangat sesuai menurut survei yang dilakukan, dan Yayasan BOS menyerukan kepada seluruh pemangku kepentingan dalam pelestarian lingkungan, baik itu pemerintah, masyarakat, pelaku bisnis, dan organisasi massa, untuk bersama berkomitmen mendukung konservasi orangutan dan habitatnya untuk kepentingan bersama.
"Kita masih memiliki kewajiban memenuhi Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia yang menyatakan bahwa di tahun 2015, tidak boleh ada lagi orangutan di pusat rehabilitasi," demikian Jamartin.