Opini - Menelaah Hak Imunitas DPR dalam Perspektif Ketatanegaraan di Indonesia

id Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, Menelaah Hak Imunitas DPR, Ketatanegaraan di Indonesia, Tomy Alfarizy

Opini - Menelaah Hak Imunitas DPR dalam Perspektif Ketatanegaraan di Indonesia

Tomy Alfarizy

Palangka Raya (Antaranews Kalteng) - Akhir-akhir ini terjadi sebuah kekeliruan berpikir yang besar menyikapi adanya hak imunitas yang di berikan kepada pejabat tinggi negara, seolah-olah mereka dilindungi sehingga bebas berbuat apa saja, tercatat beberapa kali pejabat tinggi negara sekelas Anggota DPR-RI menggunakan alasan hak imunitas sebagai salah satu tameng untuk berlindung dari jeratan hukum.

Lalu seperti apa sebenarnya cara kita memahami hak imunitas tersebut jika dikaitkan dengan sistem ketatanegaraan di Indonesia? Secara konstitusional mengenai hak imunitas ini diatur dalam Pasal 20A ayat 3 UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi "Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat  serta hak imunitas".

Jika dilihat dari isi pasal diatas maka dapat disimpulkan bahwa hak imunitas adalah hak istimewa yang hanya di berikan kepada Anggota DPR saja, lalu bagaimana dengan lembaga lain?

Hal ini menarik di bahas karena terjadi inkonsistensi antara norma yang termaktub dalam konstitusi yakni UUD NRI Tahun 1945 dengan Undang-Undang No.17 Tahun 2014 yang sering kita kenal dengan istilah UU MD3, mengapa demikian, karena jika kita cermat menelaan pasal demi pasal maka akan kita dapatkan beberapa pasal yang mengatur tantang hak imunitas, seperti Pasal 257 poin C yakni hak imunitas bagi anggota DPD, Pasal 323 point F yakni hak imunitas bagi DPRD Provinsi dan Pasal 372 Point F yakni hak imunitas bagi anggota DPRD Kabupaten/Kota.

Padahal jika kita kembalikan kembali pada isi pasal 20A ayat 3 UUD NRI Tahun 1945 yang merupakan ruh dari adanya imunitas itu hanya berlaku bagi anggota DPR-RI saja.
Lalu sejauh mana hak imunitas itu berlaku bagi anggota DPR? Hal ini bisa dilihat pada ketentuan Pasal 224 UU No.17 Tahun 2014 Tentang MD3 sebagai berikut:

(1)  Anggota  DPR  tidak  dapat  dituntut  di  depan  pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisa  maupun tertuli  di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR.

(2)Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena sikap, tindakan, kegiatan di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang semata-mata karena hak dan kewenangan konstitusional  DPR dan/atau anggota DPR. 

(3) Anggota DPR tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik di dalam rapat DPR maupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR.

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang  telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang dinyatakan sebagai rahasia negara menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. 

(5) Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat  (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) harus  mendapatkan persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan.

(6)Mahkamah Kehormatan Dewan harus memproses dan memberikan putusan atas surat pemohonan tersebut dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari setelah diterimanya permohonan persetujuan pemanggilan keterangan tersebut. 

(7) Dalam hal Mahkamah Kehormatan Dewan memutuskan tidak memberikan persetujuan atas pemanggilan angggota DPR, surat pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak memiliki kekuatan hukum/batal demi hukum.

Jika dilihat dari isi pasal diatas maka dapat kita artikan bahwa Hak imunitas itu tidak berlaku lagi jika:
1. Malasalah yang didapatkan oleh Anggota parlemen diluar dari tugasnya sebagai anggota parlemen.
 2. Masalah tersebut berkaitan dengan tindak pidana dan tidak dapat di toleransi lagi jika tindak panda tersebut adalah bagian dari tindak pidana khusus, seperti tindak pidana korupsi.

Dalam kamus hukum, Sudarsono membagi hak imunitas ke dalam dua bagian, yakni:
1. Hak anggota DPR dan menteri untuk menyatakan melalui tulisan atau membicarakan segala hal kepada lembaga tersebut tanpa di tuntut di muka pengadilan. 
2. Kekebalan hukum bagi kepala negara, perwakilan diplomatic dari hukum pidana, perdata dan hukum tata usaha negara yang di lalui atau negara mereka di tempatkan atau bertugas.

Memahami hak imunitas sebagai salah satu hak yang bisa di anggap hak istimewa yang di miliki anggota parlemen harus diartikan bahwa hak tersebut harus di jaga dan di pahami marwahnya yang dimana sebagai sebuah alat bagi anggota parlemen memperjuangkan hak rakyat dalam setiap agenda sidang di dalam parlemen.

Tidak boleh disalah gunakan, bukan untuk melindungi diri dari jeratan hukum yang dilakukan di luar ranahnya sebagai anggota DPR, pun bukan digunakan sebagai alasan untuk tidak mentaati hukum itu sediri.


Penulis: Tomy Alfarizy, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang