Ritual tolak bala dikemas jadi suguhan wisata menarik

id Ritual tolak bala dikemas jadi suguhan wisata menarik,Mampakanan sahur dan mamapas lewu,Dinas kebudayaan dan pariwisata,Kotawaringin Timur,Kotim,Sampi

Ritual tolak bala dikemas jadi suguhan wisata menarik

Undangan ikut 'manganjan' atau menari dengan formasi berputar saat acara ritual 'mampakanan sahur dan mamapas lewu' di Taman Miniatur Budaya Sampit, Senin (26/11/18). (Foto Antara Kalteng/Norjani)

Sampit (Antaranews Kalteng) - Ritual 'mampakanan sahur dan mamapas lewu' yang merupakan ritual berdoa menolak bala oleh umat Hindu Kaharingan di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, kini dikemas menjadi suguhan wisata yang menarik.

"Pemerintah kabupaten mendukung seoptimal mungkin, apalagi kegiatan ini kini juga mulai dilirik wisatawan. Kita berdoa semoga daerah kita ini terhindar dari berbagai bala bencana," kata Wakil Ketua DPRD Kotawaringin Timur H Supriadi saat membuka acara ritual 'mampakanan sahur dan mamapas lewu' di Sampit, Senin.

Umat Hindu Kaharingan kembali menggelar ritual 'mampakanan sahur dan mamapas lewu' yang dipusatkan di Taman Miniatur Budaya di Jalan Karang Taruna Sampit. Ritual ini berlangsung dua hari dan puncaknya dihadiri ratusan undangan.

Supriadi mengatakan, 'mampakanan sahur dan mamapas lewu' merupakan ritual umat Hindu Kaharingan. Pemerintah daerah hanya memfasilitasi pelaksanaannya agar makin menarik dan meriah.

Mampakanan sahur merupakan ritual yang diibaratkan membayar hajat atau janji. Ritual ini ditandai dengan mengundang masyarakat untuk makan bersama dalam suasana kegembiraan.

Sementara itu, mamapas lewu merupakan ritual tolak bala yang bertujuan mendoakan masyarakat dan daerah ini agar terhindar dari bencana, kegaduhan dan hal-hal negatif lainnya.

Acara puncak diisi dengan makan bersama, dilanjutkan tampung tawar atau memercikkan air kepada tokoh-tokoh yang hadir oleh seorang pisor, yakni tokoh agama Hindu Kaharingan. Kemudian seluruh undangan dan warga 'manganjan' atau menari dengan membentuk formasi melingkar.

Selanjutnya, pisor bersama ratusan umat berkeliling kota menggunakan mobil hias untuk melakukan ritual `mamapas lewu` atau membersihkan kampung, sambil membawa 'sangkurup jatha' yakni miniatur rumah kecil berisi semacam sesajen. Puncak ritual adalah melarung 'sangkurup jatha' ke Sungai Mentaya.

Seiring berjalannya waktu, ritual 'mampakanan sahur dan mamapas lewu' dikemas menarik sehingga menjadi suguhan wisata, namun tanpa mengurangi makna ritual tersebut. Kegiatan tahunan ini pun direspons positif masyarakat dan wisatawan.

"Potensi wisata alam dan budaya terus digali. Kita bersama-sama menggali, melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai budaya positif yang diwariskan leluhur. Bukan kita menutup diri," kata Supriadi.

Ketua Majelis Daerah Agama Hindu Kaharingan Kotawaringin Timur Pungkal berharap pemerintah daerah mengalokasikan anggaran yang memadai agar kegiatan tersebut makin meriah. Banyak warga dari berbagai desa di kecamatan yang berminat hadir namun terkendala transportasi.

"Kami berharap pemerintah meningkatkan promosi karena kecenderungan saat ini anak muda banyak yang belum mengerti dan kurang mencintai budaya kita. Kami juga kesulitan melaksanakan berbagai kegiatan karena minimnya anggaran," ujar Pungkal.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kotawaringin Timur Fajrurrahman mengatakan, ritual 'mampakanan sahur dan mamapas lewu' sepenuhnya dilaksanakan oleh umat Hindu Kaharingan, sementara pemerintah daerah hanya memfasilitasi.

"Kekurangan dalam setiap pelaksanaan selalu kami evaluasi dan kami upayakan diperbaiki dan ditingkatkan di tahun berikutnya. Pemerintah daerah akan terus konsisten mendukung ini," kata Fajrurrahman.

Fajrurrahman mengatakan, pemerintah daerah sangat serius mengembangkan sektor pariwisata. Tidak hanya wisata alam, berbagai potensi wisata budaya, religi dan lainnya juga terus digali dan dikembangkan untuk mewujudkan tekad menjadikan daerah ini sebagai tujuan wisata di Kalimantan Tengah.