Prabowo dinilai harus hati-hati gunakan bahasa Inggris

id prabowo,pengamat politik,bahasa inggris,sandi,debat capres

Prabowo dinilai harus hati-hati gunakan bahasa Inggris

Ketua KPU Arief Budiman (tengah) bersama pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo (kedua kiri) dan Ma'ruf Amin (kiri) serta pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto (kedua kanan) dan Sandiaga Uno (kanan) bersiap mengikuti debat pertama Pilpres 2019, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1/2019). Debat tersebut mengangkat tema Hukum, HAM, Korupsi, dan Terorisme. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc.?

Jakarta (Antaranews Kalteng) - Pengamat politik dari Universitas Paramadhina, Yandi Hermawandi mengingatkan kepada calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto agar lebih hati-hati menggunakan kata dan kalimat bahasa Inggris saat debat capres-cawapres.

"Prabowo paling sering mengeluarkan kata dan kalimat bahasa Inggris. Ini harus hati-hati, harus dipertimbangkan kembali oleh para 'spin doctor' kubu Prabowo-Sandi," kata Yandi menanggapi pelaksaan debat capres, di Jakarta, Kamis malam.

Menurut dia, konstituen Indonesia secara umum tidak suka pemimpin yang terlalu sering berbicara bahasa asing karena dianggap sombong.

"Ingat di Pilpres 2004, pak Amin Rais tidak bisa memenangkan kontestasi, gara-gara ini. Statementnya yang terkenal waktu itu, 'I am here, I am still running for president', dan menjadi kontroversi ketika itu," kata Direktur The Nation State Institute ini.

Ia mengkritik soal tagline capres-cawapres nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin yang belum muncul, sementara Prabowo-Sandi sudah memiliki tagline, yakni "Indonesia Menang dan Adil Makmur".

"Jokowi-Ma'ruf saya garis bawahi soal kata 'komitmen', itu bisa jadi tagline. Atau misalkan seperti kata 'lanjutkan!' pada masa SBY 2009," katanya.

Mengenai penanganan terorisme, kata Yandi, kurang elaborasi oleh kedua pasangan calon, namun kedua paslon sudah cukup baik cara menangani aksi terorisme.

"Begitu pun gagasan Jokowi soal Pusat Legislasi Nasional, yang menurut prabowo tidak ada bedanya dengan gagasannya. Intinya pemerintah pusat harus kuat dalam membereskan kasus-kasus tumpang tindih peraturan dan lainnya," tuturnya.