Kasus perkosaan anak meningkat, masyarakat Kotim diimbau lakukan ini

id Kasus perkosaan anak meningkat, masyarakat Kotim diimbau lakukan ini,Asusila,Lentera Kartini,Kotim,Kotawaringin Timur,Sampit,Perkosaan

Kasus perkosaan anak meningkat, masyarakat Kotim diimbau lakukan ini

Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Lentera Kartini Hj Forisni Aprilista. (Foto Istimewa)

Sampit (ANTARA) - Dua kasus perkosaan terhadap anak di bawah umur yang baru terungkap di Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah menimbulkan keprihatinan banyak pihak sehingga perlu upaya lebih serius untuk pencegahan, termasuk dari masyarakat sendiri.

"Pengawasan yang utama itu ada pada orangtua. Orangtua yang bertanggung jawab atas pendidikan dan pembentukan perilaku atau karakter anak," kata Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Lentera Kartini Hj Forisni Aprilista di Sampit, Rabu.

Masyarakat Kotawaringin Timur dikejutkan dengan peristiwa perkosaan anak di bawah umur di Kecamatan Mentaya Hulu. Seorang bocah perempuan berusia 13 tahun oleh lima pelaku yang empat orang di antaranya juga masih di bawah umur.

Selain ada yang memerkosa, ada pula pelaku yang merekam tindakan keji tersebut. Kasus ini terjadi April lalu namun baru terungkap Sabtu (15/6) lalu. Kasus ini terbongkar setelah rekaman video itu beredar sehingga polisi menangkap empat tersangka dan satu masih dikejar.

Kasus serupa kembali terjadi di Kecamatan Teluk Sampit pada Senin (17/6). Seorang bocah berusia delapan tahun diperkosa oleh remaja berusia 17 tahun yang selama ini dikenal baik oleh korban dan keluarga korban.

Forisni menilai, pengawasan orangtua sangat berperan penting, apalagi anak lebih banyak menghabiskan waktu di lingkungan keluarga. Keluarga harus selalu mengawasi dan menjaga anak, di manapun dia berada.

Meningkatnya kasus asusila akhir-akhir ini dinilai juga disebabkan beberapa faktor, terutama pengaruh negatif kemajuan teknologi informasi dan kurangnya pengawasan orangtua terhadap anak-anak mereka.

"Terkadang orangtua sudah merasa aman kalau anak hanya bermain di sekitar rumah, tanpa orangtua menyadari bahwa pelaku-pelaku kejahatan seksual ini justru sering merupakan  orang-orang di lingkungan terdekat," kata Forisni.

Mudahnya anak-anak mendapatkan akses ke konten-konten yang tidak seharusnya mereka lihat, bisa menyebabkan anak dengan mudah terpapar pengaruh situs porno, kekerasan atau hal negatif lainnya.

Hal itu dikhawatirkan akhirnya membuat anak ingin mempraktikkan apa yang dilihatnya, tanpa menyadari bahaya atau konsekuensi dari perbuatannya. Parahnya, sasaran yang dituju oleh anak adalah sasaran yang mudah mereka dapatkan, yakni bisa saja anak-anak yang berada di sekitar mereka, teman sepermainan ataupun anak anak dan keluarga mereka sendiri.

Seperti dua kasus perkosaan yang menjadi sorotan saat ini, dua kasus perkosaan melibatkan anak-anak di bawah umur yang menjadi korban dan tersangka pelaku tindakan tercela tersebut.

Forisni juga mengajak orangtua lebih bijak dalam memberikan fasilitas seperti telepon seluler, laptop dan akses internet di rumah. Pemberian fasilitas harus dibarengi dengan pengawasan yang baik dalam penggunaannya.

"Kasus-kasus seperti ini dapat terjadi karena didukung oleh pengawasan orangtua terhadap anak-anaknya yang kurang. Orangtua harus bisa mengawasi apa saja yang dibuka atau ditonton anak-anaknya," demikian Forisni.