Jakarta (ANTARA) - Pendiri Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi mengingatkan agar masyarakat Indonesia mewaspadai upaya asing untuk memecah belah bangsa Indonesia, khususnya Papua pasca-kericuhan yang terjadi di Papua dan Papua Barat beberapa waktu lalu.
"Dari dulu saya sudah memonitor (di dunia Maya) memang hampir setiap saat ada kelompok-kelompok (asing) yang memperjuangkan kebebasan Papua," kata Ismail di Jakarta, Rabu.
Tidak hanya di internet, Ismail juga kerap melihat sendiri ada tulisan atau grafiti-grafiti di luar negeri yang bertuliskan "Free West Papua".
Di ranah dunia maya yang menjadi fokusnya, Ismail memperhatikan bahwa polemik Papua yang terjadi beberapa waktu lalu, dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok di luar negeri.
"Terutama akun-akun yang berafiliasi dengan kelompok-kelompok itu. Narasi yang mereka bangun bahwa Indonesia itu kolonial, dan bergabungnya Papua adalah penjajahan," kata Ismail.
Berdasarkan pengamatannya dengan Drone Emprit, ia menemukan bahwa propaganda dari akun-akun free west Papua ada yang berasal dari Jerman.
"Yang paling banyak mereka share adalah foto-foto dan video," kata Ismail dalam siaran persnya.
Tidak bisa dipungkiri, provokasi di media sosial itu berdampak sangat buruk bagi keamanan dan stabilitas di Papua. Kerusuhan yang terjadi di Manokwari, Jayapura, Sorong, Fak Fak, tidak lepas dari maraknya konten provokatif yang menyulut emosi masyarakat Papua.
Tidak heran bila pemerintah ambil langkah preventif dengan membatasi akses media sosial di Timur Indonesia itu.
Meski bertujuan positif, Ismail berpendapat bahwa pemblokiran harus segera dicabut.
"Hak harus diberikan," kata Ismail.
Selain itu, ia ingin agar pemerintah lebih intensif melakukan pendekatan mengambil hati masyarakat Papua.
"Intinya ada jalan lain, bukan pembebasan. Artinya tetap perspektif NKRI untuk kesejahteraan bersama," ujarnya.
Sebelumnya, pengamat intelijen dari Universitas Indonesia, Ridlwan Habib menyebutkan, upaya pembatasan akses internet untuk menjaga situasi keamanan dan stabilitas di Papua dinilai tidak efektif karena propaganda negatif soal Papua justru dilakukan oleh pihak-pihak di luar negeri.
"Upaya itu tidak akan efektif karena kalau kita cek tagar-tagar yang menyerukan referendum dan free west Papua justru dari luar negeri. Terutama akun akun dari Australia, New Zealand dan Inggris. Bukan dari Indonesia dan bukan dari dalam Papua," jelas Ridlwan.
Menurut dia, dari mesin analisis Knowledge Enggine for Media Analysis (KEA) didapatkan data kejadian di Papua dipropagandakan negatif oleh akun-akun pro kemerdekaan Papua.
"Tuntutan referendum, foto-foto kekerasan dan korban-korban, disebarluaskan dari akun-akun yang IP address nya di luar Indonesia," kata Ridlwan.
Berita Terkait
Parade dan tarian kolosal guru-murid meriahkan Hardiknas di Kotim
Kamis, 2 Mei 2024 17:07 Wib
Basarnas latih teknik pertolongan di permukaan air wilayah Barito Utara
Kamis, 2 Mei 2024 16:29 Wib
Menpora RI dan Al-Nassr bahas Kerja sama olahraga
Kamis, 2 Mei 2024 16:01 Wib
Pansus II DPRD Kapuas godok raperda pembentukan dan susunan perangkat derah
Rabu, 1 Mei 2024 13:22 Wib
Wakapolres Gunung Mas dan Kapolsek Tewah berganti
Rabu, 1 Mei 2024 7:54 Wib
Calvin Verdonk dan Jens Raven dalam proses naturalisasi perkuat timnas
Rabu, 1 Mei 2024 6:35 Wib
Kesbangpol Pulpis minta warga terlibat aktif ciptakan suasana damai jelang Pilkada 2024
Selasa, 30 April 2024 18:33 Wib
Kesbangpol Murung Raya minta masyarakat laporkan Ormas dan LSM 'nakal'
Selasa, 30 April 2024 17:06 Wib