Atasi COVID-19, BI tegaskan tidak akan mencetak uang
Jakarta (ANTARA) - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menegaskan pihaknya tidak akan mencetak uang untuk mengatasi pandemi COVID-19 karena tidak sejalan dengan praktik kebijakan moneter yang prudent dan lazim.
“Lebih baik jangan menambah kebingungan masyarakat. BI cetak uang untuk menangani COVID itu barang kali bukan praktik yang lazim di bank sentral dan juga tidak dilakukan oleh Bank Indonesia,” katanya dalam keterangan pers daring di Jakarta, Rabu.
Baca juga: BI: Stimulus fiskal pemerintah topang pertumbuhan ekonomi RI
Menurut dia, mekanisme pengedaran uang kartal (logam dan kertas) itu mulai perencanaan, pencetakan dan pemusnahan uang tidak layak edar yang semua dikoordinasikan antara BI dan Kementerian Keuangan serta diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Adapun mekanisme yang lazim dan prudent itu yakni pengedaran uang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang diukur berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi.
Lazimnya, lanjut dia, pengedaran uang dilakukan BI melalui perbankan sesuai kebutuhan masyarakat.
Prosesnya, masyarakat menarik dan menyetor uang di bank dan perbankan menerima layanan nasabah yakni tarik dan setor dan kemudian setoran dana nasabah itu kemudian disetor ke BI.
“Tidak ada proses pengedaran (uang) di luar ini. Tidak ada misalnya, BI cetak uang terus diberi ke masyarakat, tidak ada. Jangan berpikiran macam-macam, semua prosesnya melalui tata kelola dan diaudit BPK,” katanya.
Sedangkan untuk uang giral atau likuiditas yang disimpan dalam bentuk giro, tabungan atau deposito, lanjut dia, proses lazimnya BI melakukan operasi moneter untuk mengatur peredaran uang dan suku bunga agar inflasi terkendali.
Operasi moneter dilakukan BI, kata dia, dengan menambah atau mengurangi likuiditas perbankan.
BI akan menambah likuiditas bank melalui transaksi perjanjian repo berjangka waktu tertentu dengan dasar surat berharga negara (SBN) yang dimiliki bank.
Bank sentral ini juga bisa menyerap likuiditas dari bank yang kelebihan likuiditas melalui transaksi reverse repo dengan dasar SBN yang dimiliki BI.
Selain operasi moneter, bank sentral ini juga melakukan kebijakan pelonggaran moneter dengan sudah menyuntikkan likuiditas ke perbankan dan pasar keuangan sebesar Rp503,8 triliun.
Agar benar-benar dirasakan di sektor riil, kata dia, kebijakan dan operasi moneter itu memerlukan peran kebijakan fiskal pemerintah.
“Lebih baik jangan menambah kebingungan masyarakat. BI cetak uang untuk menangani COVID itu barang kali bukan praktik yang lazim di bank sentral dan juga tidak dilakukan oleh Bank Indonesia,” katanya dalam keterangan pers daring di Jakarta, Rabu.
Baca juga: BI: Stimulus fiskal pemerintah topang pertumbuhan ekonomi RI
Menurut dia, mekanisme pengedaran uang kartal (logam dan kertas) itu mulai perencanaan, pencetakan dan pemusnahan uang tidak layak edar yang semua dikoordinasikan antara BI dan Kementerian Keuangan serta diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Adapun mekanisme yang lazim dan prudent itu yakni pengedaran uang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang diukur berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi.
Lazimnya, lanjut dia, pengedaran uang dilakukan BI melalui perbankan sesuai kebutuhan masyarakat.
Prosesnya, masyarakat menarik dan menyetor uang di bank dan perbankan menerima layanan nasabah yakni tarik dan setor dan kemudian setoran dana nasabah itu kemudian disetor ke BI.
“Tidak ada proses pengedaran (uang) di luar ini. Tidak ada misalnya, BI cetak uang terus diberi ke masyarakat, tidak ada. Jangan berpikiran macam-macam, semua prosesnya melalui tata kelola dan diaudit BPK,” katanya.
Sedangkan untuk uang giral atau likuiditas yang disimpan dalam bentuk giro, tabungan atau deposito, lanjut dia, proses lazimnya BI melakukan operasi moneter untuk mengatur peredaran uang dan suku bunga agar inflasi terkendali.
Operasi moneter dilakukan BI, kata dia, dengan menambah atau mengurangi likuiditas perbankan.
BI akan menambah likuiditas bank melalui transaksi perjanjian repo berjangka waktu tertentu dengan dasar surat berharga negara (SBN) yang dimiliki bank.
Bank sentral ini juga bisa menyerap likuiditas dari bank yang kelebihan likuiditas melalui transaksi reverse repo dengan dasar SBN yang dimiliki BI.
Selain operasi moneter, bank sentral ini juga melakukan kebijakan pelonggaran moneter dengan sudah menyuntikkan likuiditas ke perbankan dan pasar keuangan sebesar Rp503,8 triliun.
Agar benar-benar dirasakan di sektor riil, kata dia, kebijakan dan operasi moneter itu memerlukan peran kebijakan fiskal pemerintah.