Palangka Raya (ANTARA) - Banyak dari pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Provinsi Kalimantan Tengah terdampak akibat pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
Bahkan tak sedikit yang terpaksa harus berhenti melakukan produksi untuk sementara waktu, akibat menurunnya daya beli hingga kebijakan pemerintah terkait pembatasan aktivitas masyarakat.
Salah satu pelaku UMKM di Kalimantan Tengah, tepatnya Kota Palangka Raya yang mengalaminya adalah Agus Rifai.
Agus merupakan salah satu pelaku UMKM bidang kuliner yang memiliki merk dagang "Athlas Sintesa". Adapun ragam produk makanan yang ia jual, yakni berbagai macam camilan, seperti keripik jeruk purut rasa pedas, keripik jeruk purut rasa asin, serta sintesa chips dengan harga Rp10-Rp15 ribu per kemasan.
Ia mengaku usaha yang ia jalankan sempat terhenti di awal masa pandemi COVID-19. Menghadapi kondisi pandemi yang baru melanda, ia memutuskan untuk setop produksi, tepatnya pada Maret-Juni 2020.
"Keputusan itu karena adanya pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), sehingga beberapa mitra kami tutup," jelasnya.
Sistem penjualan produk dari Athlas Sintesa sebelum masa pandemi dilakukan secara langsung atau luring, melalui sejumlah mitra yang mereka miliki, seperti rumah makan, toko oleh-oleh, toko sembako dan lainnya.
Dengan pola atau sistem penjualan langsung tersebut, tentu kebijakan pemerintah kota setempat yang sempat memberlakukan PSBB, sangat dirasakan dampaknya oleh Agus dan mitranya sehingga sulit memasarkan produk yang dimiliki.
Meski sempat berhenti melakukan produksi, Agus mengaku tetap memiliki semangat dan asa untuk terus melanjutkan usahanya di bidang kuliner tersebut.
Hingga pada akhirnya, usai mengamati perkembangan di kota setempat dan sekitarnya, mulai Juli 2020, pihaknya memutuskan mulai melakukan produksi lagi dan kembali memasarkan produk-produknya.
Namun ia mengaku ada yang berbeda dengan cara ia memasarkan produknya kali ini. Jika sebelumnya pola pemasarannya semua dilakukan secara luring atau offline, maka menyesuaikan perkembangan kondisi terkini, "Athlas Sintesa" mulai memanfaatkan perkembangan teknologi informasi.
"Kami sudah menggunakan sistem pemasaran via digital atau daring (online) sekarang," jelasnya.
Perlahan namun pasti, dengan penuh optimisme dan kesabaran, Agus terus berupaya bangkit serta mengembangkan UMKM yang dimilikinya.
"Kalau penurunan omzet sudah pasti, omzet turun, produksi ikut turun juga. Namun meski omzetnya belum seramai offline di waktu sebelum pandemi, tapi bisa beroperasi sudah senang," tegasnya.
Dijelaskannya, sebelum pandemi, penjualan bisa mencapai 600-700 bungkus per bulannya, sedangkan saat ini rata-rata penjualannya sekitar 400 bungkus per bulannya.
Selain itu, kabar baik pun terus berdatangan, seiring berjalannya waktu, sejumlah mitra yang ia miliki sudah mulai kembali membuka usahanya, sehingga sistem penjualan yang "Athlas Sintesa" lakukan tak hanya online, namun juga offline.
Bahkan jangkauan pemasarannya kini terus berkembang dan meluas, tak hanya di wilayah Kalimantan Tengah saja, namun kini telah mencapai hingga wilayah Kalimantan Timur, yakni Samarinda.
"Dan bulan ini sedang menawarkan di pasar Banjarmasin dan Banjarbaru. Sedang berproses," terangnya.
Tak lupa ia juga mengucapkan terima kasih kepada pemerintah, meski tidak ada menerima bantuan materiil, namun pihaknya sudah mendapatkan pelatihan dari Kementrian Koperasi dan UMKM, guna menunjang pengembangan usaha yang dijalankan.
"Harapanya kepada pemerintah, untuk terus memberikan pelatihan yang berjenjang kepada UMKM dan bertahap, sesuai kebutuhan usaha UMKM. Pelatihannya dibedakan juga berdasarkan kategori, misalnya, UKM pemula, UKM ekspansi, hingga UKM senior atau yang sudah berjalan lebih dari 5 tahun. Sebab, pelatihan masing-masing kategori UKM beda-beda kebutuhannya," harapnya.