Palangka Raya (ANTARA) - Pusat Kajian Otonomi Daerah Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia berharap, adanya rencana pemerintah merevisi Undang-undang nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua, benar-benar mampu menjawab berbagai permasalahan mendasar di wilayah setempat.
Permasalahan yang masih terus-menerus terjadi di Papua adalah persoalan Hak Azasi Manusia, pembangunan dan marginalisasi serta menyangkut pengelolaan sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA), kata Ketua Puskod UKI Agustin Teras Narang melalui rilis yang diterima di Palangka Raya, Rabu.
"Perbedaan pemahaman tentang sejarah Papua dan Papua Barat juga harapannya mampu dijawab dalam revisi UU no21/2001 itu," tambahnya.
Puskod UKI secara khusus menyelenggarakan webinar bertajuk 'Otonomi Khusus Papua: Evaluasi dan Terobosan', sebagai upaya memberikan pemikiran sekaligus masukan terhadap penyelesaian berbagai permasalahan yang mendasar di Papua, terkhusus rencana merevisi UU no21/2001.
Teras mengatakan melalui webinar ada harapan terjadinya diskursus akademis sekaligus penyusunan pandangan dalam memberi kontribusi terhadap revisi UU Otsus. Terlebih melihat kompleksitas masalah di Papua, perlu juga melihat Teori Tiga Nilai Hukum dari filsuf Gustav Radbruch yang cukup relevan.
"Agar dipastikan revisi UU Otsus memberikan 3 hal bagi masyarakat Papua yaitu keadilan, kepastian dan kemanfaatan," beber dia.
Anggota DPD RI dari Provinsi Kalimantan Tengah itu pun menambahkan bahwa dana otsus berikutnya mesti dipastikan pula untuk dapat menggerakkan percepatan pembangunan sehingga Papua sejajar dengan daerah lain di Indonesia. Untuk itu , soal peningkatan kapasitas SDM juga tak kalah penting, khususnya yang berada di sektor prioritas seperti pendidikan, kesehatan dan ekonomi kerakyatan.
Baca juga: Teras Narang dorong pertumbuhan ekonomi dimulai dari desa
Dia pun menyampaikan harapan agar perubahan UU Otsus ini tidak hanya menjamin keberlanjutan dana Otsus semata, akan tetapi mampu menghadirkan perbaikan dalam pengelolaan, pembinaan dan pengawasan Otsus di Papua dan Papua Barat.
"Kami berusaha untuk selalu hadir mengawal isu otonomi daerah, karena ini tak lepas dari kegiatan civitas akademika dan Tri Dharma Perguruan Tinggi Kampus Kasih (UKI). Semoga apa yang kita bicarakan bermanfaat bagi bangsa dan negara," demikian Teras Narang.
Dalam webinar tersebut, selain akademisi dari UKI, turut mengikuti Dosen dari Universita Cendrawasi di Papua, yakni Vience Tebay. Di mana Vience Tebay memberikan pandangan ada perbedaan persepsi dari pemerintah pusat di Jakarta dengan pandangan umum di masyarakat Papua soal dana Otsus.
"Satu sisi pemerintah pusat menilai ada keberhasilan, sebaliknya banyak masyarakat yang menilai dana Otsus gagal karena memang persoalan dasar di Papua dan Papua Barat, selama 20 tahun tidak terjawab," kata Vience.
Baca juga: Teras dorong petani di pedesaan tak bergantung pada satu jenis tanaman
Baca juga: Teras ajak perangkat desa lebih optimalkan program peningkatan ekonomi