Jakarta (ANTARA) - Kerentaan atau frailty menjadi salah satu masalah kesehatan yang menganggu para lansia untuk bisa hidup berkualitas baik termasuk di masa pandemi COVID-19 saat ini.
Oleh karena itu, para pakar kesehatan mengingatkan kepada mereka yang berusia lebih dari 60 tahun jangan sampai menjadi renta walau mengalami penurunan fungsi tubuh akibat penuaan.
Baca juga: Keluarga bertanggung jawab pada kelangsungan hidup lansia
Lansia yang renta di Indonesia, merujuk penelitian dari Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia (PERGEMI) pada tahun 2019 berjumlah sekitar 24 persen dan angka ini meningkat menjadi 34 persen setahun kemudian.
Temuan lain studi juga menunjukkan, sebanyak 70 persen lansia bahkan sudah masuk dalam kategori pra-renta atau kondisi yang akan menjadi renta. Akibatnya, skor kemandirian lansia menjadi tak bagus dan ketergantungan pada orang lain tinggi yakni 38 persen.
Penelitian lain, yang dipublikasikan tahun 2021 menemukan, sebanyak 1 dari 5 lansia mengalami kerentaan atau 18,17 persen dan 66,20 persen masuk kategori pra-renta.
Menurut studi, ada sejumlah faktor yang mempengaruhi kondisi ini antara lain: depresi dan risiko malnutrisi, riwayat jatuh sebelumnya dan rawat inap dalam 12 bulan sebelumnya, serta poli farmasi atau kebanyakan obat.
Tak hanya itu, secara umum faktor seperti umur, status fungsional atau kemandirian dan status gizi turut berpengaruh pada kerentaan.
“Inilah masalah utama pada lansia di Indonesia,” tutur dokter spesialis penyakit dalam konsultan geriatri di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, Lazuardhi Dwipa dalam konferensi pers daring bertepatan dengan peringatan Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) ke-25 pada Sabtu (29/5).
Baca juga: Ellyas Pical raih penghargaan lansia berprestasi
Dia mengatakan, kerentaan membuat lansia tak bisa mandiri dan tergantung pada orang lain. Kondisi ini juga meningkatkan kerentanan mereka terhadap suatu penyakit dan berujung menyebabkan kualitas hidup buruk.
Kerentaan, menurut Lazuarhdi bukan sesuatu yang dimaklumi melainkan perlu dicegah salah satunya melalui deteksi dini. Apabila lansia ditemukan dalam kondisi renta sedini mungkin, maka dia bisa segera diobati.
Lalu bagamaina cara mendeteksi dini kerentaan?
Salah satunya bisa memanfaatkan kuesioner RAPUH, yang merupakan akronim dari: Resistensi, Aktivitas, Penyakit, Usaha berjalan dan Hilangnya berat badan. Berilah skor 1 pada masing-masing akronim untuk jawaban “ya”.
R atau resistensi yakni kelemahan otot yang ditandai mengalami kesulitan naik 10 anak tangga. Dia harus istirahat atau dibantu.
A yakni aktivitas yang diukur dari mudah lelah sepanjang waktu. Orang renta atau rapuh cenderung depresi. Beri skor 1 apabila lansia memiliki ciri ini.
P atau penyakit menahun banyak atau lebih dari lima seperti hipertensi, diabetes, paru kronik, gagal jantung, asma, nyeri sendi.
Baca juga: Kunci proses menua yang sukses
U atau usaha berjalan, ditandai performa fisik menurun. Jalan 100-200 meter tidak kuat, harus dibantu tongkat dan alat lainnya.
Terakhir, H atau hilangnya berat badan lebih dari 5 persen dibandingkan setahun lalu akibat malnutrisi bukan semisal program penurunan berat badan.
Lazuardhi menuturkan, seorang lansia dikatakan renta bila minimal ada 3 atau lebih dari RAPUH ini.
Selain kerentaan, sarkopenia juga menjadi masalah bagi lansia yang menyebabkannya tidak bisa mandiri dan menua dengan tidak sehat. Sarkopenia merupakan kondisi hilangnya massa otot dan fungsinya akibat proses menua.
Pemeriksaan untuk mendeteksi sarkopenia bisa dilakukan di rumah sakit, meliputi uji genggam tangan, pengukuran massa otot dan tes performa fisik.
Kerentaan dan sarkopenia tak boleh dibiarkan karena bila penyandangnya jatuh, apalagi ditambah ostreporosis, maka bisa mengarah pada patah panggul. Akibatnya, dia bisa mengalami imobilitasi atau hanya bisa terbaring dan berisiko terkena infeksi serta kecacatan menetap.
“Jadi kalau dimaklumi, tidak dideteksi awal dan diobati, akhirnya seperti ini. Padahal, sarkopenia dan kerentaan bisa dicegah dan diobati,” kata Lazuardhi.
Lebih lanjut, di era pandemi saat ini, kondisi renta juga bisa membuat lansia berisiko terkena COVID-19 dan menghalangi mereka mendapatkan vaksin, walaupun menjadi prioritas untuk divaksin.
Lazuardhi mengatakan, seorang lansia yang renta harus menunda divaksin, sembari memperbaiki kondisinya sehingga performa fisik, kemudian resistensi dan status gizinya membaik.
Tatalaksana yang bisa mereka jalani dibantu tenaga kesehatan antara lain pemberian gizi yang baik, kemudian olahraga untuk penguatan otot, stamina, kelenturan dan pencegahan jatuh, lalu pemberian vitamin D sesuai kebutuhan tubuh, mengelola penyakit menahunnya dan menghindari efek buruk banyaknya obat atau poli farmasi.
Baca juga: Ahli ingatkan perlunya intensifkan program vaksinasi COVID-19 lansia
Baca juga: Yang dibutuhkan para lansia agar bisa bersemangat jalani hidup
Pentingnya perilaku sehat bagi lansia
Seiring penurunan fungsi tubuh dan kondisi fisiknya, lansia juga biasanya memiliki setidaknya 5-10 jenis masalah kesehatan seperti pneumonia, hipertensi, diabetes, stroke, katarak, hingga penurunan massa otot.
Selain itu ada juga yang mengalami gangguan psikologis seperti demensia, depresi dan penurunan kapasitas fungsional sehingga membutuhkan pendamping atau (caregiver).
Baca juga: Strategi semua lansia bisa divaksin, termasuk akses tak terbatas KTP
Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Dante Saksono Harbuwono dalam sebuah acara kesehatan yang digelar daring pada Sabtu (29/5), mengatakan, terkait kondisinya ini, maka perilaku sehat seperti mengonsumsi nutrisi harian yang seimbang, rutin berolahraga, cukup istirahat serta tidak merokok penting mereka terapkan.
“Nutrisi yang optimal sesuai kebutuhan terutama pada lansia membantu menjaga kesehatan, energi, suasana hati serta membantu mempertahankan kemandirian fungsional, meminimalisir penyakit fisik maupun mental,” kata dia.
Nutrisi yang dibutuhkan bisa diperoleh dari makanan-makanan mengandung protein dan serat tinggi, vitamin, mineral serta antioksidan.
Selain nutrisi, para lansia juga perlu berolahraga demi menjaga tubuhnya tetap sehat dan bugar. Menurut Dante, meskipun ada kekhawatiran pada lansia yang berolahraga apalagi di masa pandemi saat ini, namun manfaat kesehatan dan gaya hidup aktif jauh lebih besar daripada risikonya. Dalam berolahraga, lansia disarankan memilih intensitas yang ringan dan agar mereka tetap aktif, fit dan produktif.
Di sisi lain, aspek pelayanan kesehatan juga menjadi perhatian. Pemerintah termasuk pihak yang mendukung hal ini melalui pemberian lansia hak pada pelayanan kesehatan.
Tak hanya itu, lansia juga diberikan hak dalam bentuk pelayanan keagamaan dan mental spiritual, pelayanan kesempatan kerja, pelayanan pendidikan dan pelatihan, kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana dan prasaranan umum; layanan dan bantuan hukum; perlindungan sosial dan bantuan sosial.
Pemerintah melalui Program Keluarga Harapan (PKH) pun memberikan bantuan sosial (bansos) salah satunya menyasar lansia (usia 70 tahun ke atas) dengan besaran Rp2,4 juta per 1 tahun. Dana yang disiapkan untuk program ini pada tahun 2021 sebesar Rp28,71 triliun.
Lansia jadi prioritas divaksin COVID-19
Mengingat kesehatan sebagai aspek penting bagi lansia, pemerintah melalui Program Vaksinasi Nasional menuju percepatan Indonesia Pulih dari COVID-19, menempatkan mereka menjadi bagian prioritas, selain tenaga kesehatan. Hal ini mengingat kerentanan mereka terkena penyakit akibat virus SARS-CoV-2 itu.
Namun, dalam pelaksanannya, kondisi kesehatan fisik lansia yang tak bisa mobile atau bergerak seperti kaum muda, keraguan divaksin dan akses ke lokasi vaksinasi menjadi kendala, ungkap Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Untuk mengatasi hambatan ini, pemerintah menjalankan model berbagai pelaksanaan vaksinasi salah satunya berupa sentra vaksinasi, bekerja sama dengan institusi-institusi yang punya akses ke lansia seperti organisasi masyarakat keagamaan.
Selain itu, ada juga model jemput bola yakni mendatangi satu per satu lansia ke tempat tinggalnya, seperti misalnya di DKI Jakarta beberapa waktu lalu. Tetapi tak semua dari mereka yang didatangi bisa divaksin. Plt Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan, Maxi Reni Rondonuwu, mengatakan, anak-anak dari para lansia cenderung khawatir soal keamanan orang tua dari sisi kesehatan bila divaksin.
Upaya jemput bola juga dilakukan salah satunya melalui program “Home Care & Home Delivery Vaksinasi 10.000 Lansia” pada April lalu.
Program yang diinisasi Komunitas Indonesia Lawan Libas COVID-19 (KILLCOVID19) itu, memungkinkan vaksinasi pada lansia melalui dua cara, pertama menjemput mereka menuju sentra vaksinasi terdekat atau rumah sakit yang bekerjasama dengan KILLCOVID19 dan menyelenggarakan vaksinasi di lokasi lansia berada seperti rumah jompo maupun panti werdha.
Baca juga: Ketika negara mendorong masyarakatnya menua dengan sehat
Pemanfaatan posyandu lansia juga menjadi strategi dalam vaksinasi. Hal ini seperti yang terjadi di Kawasan Kalisari, Pasar Rebo, Jakarta Timur. Para lansia yang rutin mendatangi posyandu mendaftarkan diri untuk divaksin. Pemberitahuan dan pengingat melalui grup WhatsApp khusus warga setempat pun menjadi upaya lainnya agar lansia segera mendaftarkan diri.
Baca juga: DKI Jakarta catat pelaksanaan vaksinasi COVID-19 lansia terbanyak
Rosnawati (65) salah satu yang berpartisipasi di sana. Ibu dari dua orang putri ini memutuskan mendaftarkan diri di posyandu lansia tanpa kekhawatiran. Dia mendapatkan dosis pertama vaksin pada 1 Maret dan 29 Maret lalu untuk dosis kedua.
"Karena khawatirnya kena COVID-19, jadi ingin cepat-cepat divaksin. Kalau soal efek samping, pasrah saja. Beberapa hari setelah vaksin pertama flu berat, kalau vaksin kedua enggak ada efek," kata dia saat dihubungi ANTARA.
Annisa (31), putri bungsu Rosnawati yang ikut mengantar sang ibunda menuturkan, walau efikasi vaksin tak bisa 100 persen menurunkan risiko terkena COVID-19, namun tidak ada salahnya mencoba apalagi tidak ada penyakit komorbid yang menghambat orang tuanya untuk divaksin.
Sementara itu, upaya lain pemerintah untuk mempercepat cakupan vaksinasi lansia yang dalam pelaksanaannya dikatakan cukup rendah, ialah melalui gelaran Gebyar Vaksinasi Lansia (GVL) di beberapa wilayah yaitu kota Bandung, kota Serang dan Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Sistem yang pelaksana terapkan di sini menjemput lansia menggunakan bus.
Tak hanya di tiga lokasi itu, kegiatan GVL juga dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia pada 17 Mei hingga 29 Mei 2021.
Menkes menargetkan pemberian vaksinasi bisa ditingkatkan dari yang semula 500 ribu per hari hingga Juni menjadi 1,5 juta per hari hingga Desember 2021.
Di sisi lain, tenaga kesehatan juga bekerja sama dengan para pejabat di daerah seperti Lurah/Kepala Desa beserta jajaran di tingkat RW dan RT untuk memastikan lansia di wilayah kerjanya telah divaksinasi COVID 19.
Di Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor misalnya, puskesmas setempat bekerja sama dengan pengurus RW dan RT mengundang para lansia di wilayah kerja Ciomas untuk menjalani vaksinasi.
Baca juga: Alasan pola tidur berubah saat usia menua
Undangan vaksinasi diberikan ke setiap desa dengan waktu berbeda. Jadwal per RT dari setiap desa juga mereka tentukan, dengan pelaksanaan di satu lokasi yakni Puskesmas Ciomas. Selanjutnya, pihak RT meneruskan informasi pada warga mereka melalui WhatsApp.
Bukan hanya pemerintah, lansia sendiri juga berperan aktif terutama bila tidak ada pihak yang mengakomodir pelayanan vaksinasi. Hal ini seperti yang dilakukan Eti Juansih (63), warga Bambu Apus, Jakarta Timur. Dia berinisiatif mendaftarkan diri ke laman resmi Dinas Kesehatan setempat dan hanya berselang seminggu, dia mendapatkan pesan singkat untuk segera datang ke lokasi vaksinasi untuk divaksin.
Keputusan Eti segera divaksin salah satunya karena memang sudah haknya dan lokasi vaksinasi dekat dengan rumahnya. Dia bersyukur tak perlu jauh-jauh ke Kawasan Senayan, Jakarta Selatan seperti rekan-rekannya yang menunda divaksin.
“Karena tempatnya dekat banget dari rumah (kan bisa milih), jadi secara akses enak. Dan karena masih awal-awal jadi masih sepi. Divaksin di RS Adhyaksa. Petugas sangat baik dan informatif. Tempat nunggu enak, pokoknya nyaman,” kata dia yang divaksin pada Maret 2021.
Hingga 29 Mei 2021 pukul 18.00 WIB, secara nasional, Kementerian Kesehatan mencatat sebanyak 15,28 persen atau 3.293.415 orang lansia yang sudah mendapatkan vaksinasi dosis pertama. Sementara untuk mereka yang sudah menerima dosis kedua sekitar 2.176.967 orang atau 10,10 persen dari total lansia yang tercatat sebanyak 21.553.118 orang.
Walau menjadi prioritas untuk divaksin, pada kenyataannya tak semua lansia bisa mendapatkannya. Hal ini bergantung pada kondisi kesehatannya, termasuk apakah dia tergolong rntan atau tidak. Oleh karena itu, lansia sebaiknya berupaya agar bisa menua
dengan sehat tanpa perlu menjadi renta.
Berita Terkait
Manfaat jalan 7.000 langkah setiap hari bagi kesehatan mental
Rabu, 18 Desember 2024 9:34 Wib
Ini syarat dan cara dapatkan BPJS kesehatan PBI gratis
Selasa, 17 Desember 2024 17:08 Wib
Dinkes Pulang Pisau perkuat layanan kesehatan di daerah darurat bencana
Selasa, 17 Desember 2024 13:00 Wib
Jumlah dokter di Kotim belum capai 50 persen dari kebutuhan
Minggu, 15 Desember 2024 21:01 Wib
Pemkab Kotim harap IDI tingkatkan profesionalisme pelayanan kesehatan
Minggu, 15 Desember 2024 17:07 Wib
Pemkab Kapuas-BPJS Kesehatan perkuat sinergi tingkatkan pelayanan
Jumat, 13 Desember 2024 9:00 Wib
Dinkes Kotim perkuat kapasitas SDM untuk deteksi dini kanker serviks
Kamis, 12 Desember 2024 23:30 Wib
Pentingnya memberi apresiasi mendalam pada ibu yang menjaga anak
Rabu, 11 Desember 2024 9:34 Wib