Sampit (ANTARA) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah melakukan upaya penguatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) tenaga kesehatan sebagai langkah konkret dalam mendeteksi dini kanker leher rahim atau kanker serviks.
"On the job training (OJT) yang kami laksanakan hari ini merupakan langkah konkret dalam upaya kami meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, khususnya untuk deteksi dini kanker serviks," kata Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kotim Nugroho Kuncoro Yudho di Sampit, Kamis.
Mewakili Kepala Dinkes Kotim Umar Kaderi, Nugroho memimpin kegiatan pelatihan atau OJT Deoksiribo Nucleic Acid (DNA), Human Papillomavirus (HPV) dan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) ini dilaksanakan di aula Dinkes Kotim. Kegiatan ini diikuti 30 tenaga kesehatan yang terdiri atas dokter dan bidan dari 15 Puskesmas di Kotim, serta melibatkan dua narasumber yang merupakan dokter dan bidan terlatih sesuai bidang tersebut.
Adapun materi yang disampaikan meliputi teori dan praktik pengambilan spesimen. Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan dokter dan bidan dalam deteksi dini kanker serviks dengan DNA, HPV dan IVA secara kombinasi (Co-Testing).
Nugroho mengatakan HPV merupakan virus DNA yang dapat menyebabkan kutil kelamin dan kanker serviks. Kanker serviks merupakan masalah kesehatan serius yang menjadi ancaman bagi perempuan di seluruh dunia. Di mana pada 2022 kanker serviks merupakan kanker dengan urutan keempat tertinggi pada perempuan sebesar 604.127 kasus atau 6,5 persen dari seluruh kanker dan sekitar 341.831 perempuan meninggal karena penyakit tersebut.
"Di Indonesia sendiri kanker serviks merupakan kanker kedua tertinggi pada perempuan dengan kasus baru sebanyak 36.633 kasus atau 17,2 persen dari seluruh kanker dan menyebabkan 21.003 kematian dari seluruh kematian akibat kanker di Indonesia," bebernya.
Kanker serviks dapat dicegah dengan vaksinasi HPV dan deteksi dini secara berkala untuk menemukan adanya Lesi Prakanker, yakni pertumbuhan sel abnormal yang berpotensi berkembang menjadi kanker, agar dapat segera ditindak lanjuti untuk mencegah perkembangan ke arah kanker serviks. Namun realitanya, kanker serviks masih tetap menjadi penyebab kematian terbesar kelima di dunia berdasarkan data Globocan pada 2020.
"Hal ini tidak lepas dari kurangnya logistik vaksin HPV, kurangnya skrining kanker serviks dan kurangnya kesadaran masyarakat, serta lemahnya promosi kesehatan dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan pencegahan kanker serviks," sebutnya.
Selama ini, pemeriksaan atau deteksi dini kanker serviks yang sudah populer adalah PAP Smear dan IVA Test. Seiring waktu, deteksi dini kanker serviks terus berkembang, yaitu dengan menggunakan deteksi dini menggunakan tes DNA HPV.
Berdasarkan rekomendasi world health organization (WHO), tes DNA HPV ini merupakan metode deteksi dini kanker serviks dengan sensitivitas tinggi yang aman, dapat diterima, dan efektif dibandingkan dengan metode deteksi dini kanker leher rahim lainnya.
Kemudian jika PAP Smear dan IVA Test mendeteksi perubahan sel abnormal, untuk DNA HPV dimanfaatkan untuk mendeteksi keberadaan HPV dan jenisnya.
Pemanfaatan ini berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/33/2023 tentang penyelenggaraan percontohan deteksi dini kanker leher rahim dengan tes DNA HPV dan IVA (co-testing), akan dikombinasikan dengan IVA Test, sehingga pelaksanaan lebih efisien dan biaya lebih murah.
Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Kesehatan telah menetapkan rencana aksi nasional eliminasi kanker serviks di Indonesia pada 2023-2030 dengan menargetkan 3 hal.
Baca juga: Polres Kotim ungkap 137 kasus narkoba
Pertama 90 persen anak perempuan dan anak laki-laki mendapatkan imunisasi HPV di usia 15 tahun. Kedua, 75 persen perempuan usia 30 sampai 69 tahun melakukan skrining kanker serviks dengan HPV DNA. Ketiga, 90 persen perempuan yang terdiagnosa dengan Lesi Prakanker dan kanker invasif mendapatkan tatalaksana.
Untuk mencapai target tersebut, telah ditetapkan empat pilar dengan sepuluh prioritas. Pilar pertama, pemberian layanan, dengan prioritas imunisasi, skrining, dan tatalaksana. Pilar kedua, edukasi, pelatihan & penyuluhan, dengan prioritas penguatan tenaga kesehatan dan kesadaran masyarakat & edukasi.
Pilar ketiga, fasilitator kemajuan, dengan prioritas pemantauan, evaluasi & penelitian dan fasilitator digital. Pilar keempat ketatalayanan & koordinasi, dengan prioritas tata kelola & kebijakan, pembiayaan untuk eliminasi dan kolaborasi & kemitraan antar sektor.
"Adapun, kegiatan OJT kali ini, merupakan pelaksanaan dari pilar kedua pada prioritas penguatan tenaga kesehatan tersebut," imbuhnya.
Untuk itu, peserta OJT diharapkan dapat memiliki kompetensi yang baik dalam melakukan skrining melalui pengambilan sampel, pemeriksaan, dan interpretasi hasil tes DNA HPV, sehingga OJT DNA HPV ini menjadi langkah awal dalam pencegahan dan pengendalian kanker serviks di Kotim.
Baca juga: Polres Kotim berasumsi selamatkan 5.227 orang dari penyalahgunaan narkoba
Diharapkan pula, nantinya Peserta OJT tidak hanya mempunyai kemampuan skrining, tetapi mampu melaksanakan empat pilar rencana aksi nasional eliminasi kanker serviks secara keseluruhan dan berkelanjutan, sehingga vaksinasi, skrining, dan penanganan kanker serviks bisa lebih optimal.
Disamping itu, tidak kalah penting adalah konseling pada peserta skrining, baik sebelum tindakan maupun setelah tindakan dan setelah mendapatkan hasil.
"Saya juga berharap melalui OJT ini, kita semua dapat meningkatkan kesadaran tentang pentingnya deteksi dini atau skrining kanker serviks agar bisa melakukan tindakan pencegahan dan penanganan lebih dini, sehingga dapat meningkatkan angka kesembuhan dan kualitas hidup para penderita," demikian Nugroho.
Baca juga: HUT DWP Kotim momentum penguatan fondasi transformasi organisasi
Baca juga: Pengusaha siap patuhi penerapan UMK di Kotim
Baca juga: UMK Kotim 2025 naik menjadi Rp3,5 juta