Sampit (ANTARA) - Dewan Pengupahan Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah menyepakati upah minimum kabupaten (UMK) setempat pada 2025 sebesar Rp3.559.112,85, naik RpRp217.222,85 atau 6,5 persen dibandingkan UMK 2024.
“Kami telah melaksanakan rapat Dewan Pengupahan Kotim dan kami menetapkan kenaikan UMK sebesar Rp217.222,85 atau 6,5 persen dibandingkan 2024,” kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kotim Johny Tangkere di Sampit, Rabu.
Hal itu disampaikan usai Rapat Dewan Pengupahan Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur 2024 dalam rangka penyusunan usulan penetapan UMK dan upah minimum sektoral kabupaten (UMSK) 2025.
Rapat yang digelar di ruang rapat Kantor Disnakertrans Kotim ini dihadiri Dewan Pengupahan yang terdiri atas kalangan pengusaha, serikat pekerja serta instansi terkait, termasuk Badan Pusat Statistik (BPS) Kotim.
Johny menjelaskan, rapat ini dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024 Tentang Penetapan Upah Minimum Provinsi, Upah Minimum Sektoral Provinsi, Upah Minimum Kabupaten/Kota, dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota tahun 2025.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah telah melaksanakan rapat Dewan Pengupahan dan menetapkan upah minimum provinsi (UMP), sehingga giliran kabupaten/kota yang melaksanakan kegiatan serupa dengan mengacu pada UMP tersebut.
“Kemudian, sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Permenaker ada perbedaan sistem pengupahan antara tahun 2024 dengan 2025, dimana selain UMK juga ada penetapan UMSK,” sebutnya.
UMSK adalah upah minimum yang diterapkan secara khusus untuk sektor-sektor tertentu di suatu kabupaten atau kota. Terkait ini, Pemkab Kotim memutuskan mengikuti Pemprov Kalimantan Tengah yang menetapkan UMSK untuk dua sektor, yakni pertanian dan perkebunan.
Baca juga: PT Sukajadi Sawit Mekar sumbang puluhan ribu bibit ikan melalui Program Comdev
Nilai UMSK Kotim yang disepakati Dewan Pengupahan sebagai berikut, untuk sektor pertanian yang meliputi perkebunan kelapa sawit sebesar Rp3.565.000, lalu sektor pertambangan Rp3.570.000.
“Jadi untuk dua sektor ini tidak mengikuti UMK, tetapi mereka memakai UMSK dan ini telah disepakati baik oleh pengusaha atau pemberi kerja dan serikat pekerja,” ucapnya.
Johny menambahkan, pembahasan UMK kali ini berjalan lancar dan terkendali tanpa adanya perdebatan sengit, khususnya antara kalangan pengusaha dan serikat pekerja.
Hal ini lantaran sebelumnya Presiden Prabowo telah mengumumkan kenaikan upah minimum nasional pada 2025 sebesar 6,5 persen yang juga menjadi acuan setiap daerah, sehingga baik pengusaha maupun serikat pekerja sudah siap.
Hasil kesepakatan Dewan Pengupahan Kotim ini akan direkomendasikan ke bupati, dilanjutkan ke Gubernur Kalimantan Tengah untuk dibuat Surat Keputusan (SK), sehingga per 1 Januari 2025 ketetapan UMK maupun UMSK ini sudah berlaku.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kotim Siswanto mengatakan pihaknya telah berusaha mengusulkan agar kenaikan UMK tidak sebesar ini, namun demikian karena Presiden telah menetapkan kenaikan 6,5 persen, maka suka tidak suka pihaknya menerima.
“Suka tidak suka, karena kami juga mendukung pemerintah. Kami ingin bermitra dan tetap bekerja sama dengan pemerintah, makanya kami harus melaksanakan,” ujarnya.
Baca juga: BKSDA dan Karantina Sampit kembali gagalkan penyelundupan burung
Kendati demikian, pihaknya sebagai pengusaha sepenuhnya setuju dengan penetapan tersebut, sebab untuk bisa menerapkan UMK juga perlu diukur dari kemampuan perusahaan.
Ada pengusaha kelas menengah ke atas dan kelas menengah ke bawah. Bagi pengusaha kelas menengah ke atas mungkin tidak akan kesulitan untuk memenuhi UMK tersebut, namun berbeda dengan pengusaha menengah ke bawah.
Ia menegaskan, pada prinsipnya Apindo siap mendukung pemerintah dan mengarahkan anggotanya untuk mengikuti ketentuan terkait UMK tersebut. Namun, pihaknya juga meminta apabila ada pengusaha menengah ke bawah yang belum bisa memenuhi UMK agar bisa dimaklumi.
“Terutama kami juga menekankan kepada serikat pekerja agar diharapkan bisa membantu kami untuk bekerja dengan nyaman, pengusaha bisa bekerja dengan jaminan keamanan dan ketenangan untuk berusaha,” lanjutnya.
Selain itu sehubungan dengan UMK dan sebagai pengusaha yang mengikuti aturan yang berlaku, pihaknya berharap ada timbal balik dari pemerintah, khususnya berupa jaminan keamanan dan kenyamanan dalam berusaha.
Contohnya, maraknya kasus penjarahan kelapa sawit di wilayah Kalimantan Tengah, khususnya Kotim sebelumnya, maka diharapkan pada 2025 mendatang hal itu tidak terjadi lagi.
“Kami juga berharap kedepannya aturan atau kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah tidak membingungkan kami yang berusaha, terutama terkait legalitas. Mudah-mudahan bisa dipermudah, sehingga setelah memperoleh izin yang lengkap kami nyaman untuk berusaha,” demikian Siswanto.
Baca juga: KPU Kotim bersiap hadapi sidang di MK
Baca juga: Kotim evaluasi gerakan transisi PAUD ke SD agar lebih optimal
Baca juga: Seni hadrah diminati peserta program pembinaan spiritual di Lapas Sampit