Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Seto Mulyadi atau Kak Seto mengungkapkan Satuan Tugas Perlindungan Anak Tingkat Rukun Tetangga (SPARTA) belum terbentuk di Provinsi DKI Jakarta pada masa pemerintahan Gubernur Anies Baswedan meski pembentukannya sudah diajukan sejak 2019.
"Kami sudah menyampaikan permohonan kepada Bapak Gubernur DKI Jakarta, siapa tahu DKI Jakarta ingin menjadi provinsi pertama yang seluruh RT/RW-nya di enam wilayah kota dan kabupaten ini sudah dilengkapi dengan SPARTA. Tapi sampai saat ini belum, mungkin karena kesibukan beliau," kata Kak Seto saat mendatangi Markas Polres Metro Jakarta Utara terkait kasus pemerkosaan melibatkan anak berhadapan dengan hukum, Selasa.
Kak Seto melihat kejahatan terhadap anak, baik perundungan, pelecehan, hingga kekerasan seksual dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Khususnya di Jakarta Utara, LPAI beberapa kali ikut mendampingi korban di bawah umur maupun anak berhadapan hukum (ABH).
Kas Seto juga melihat masih ada ketidakpedulian dan penelantaran masyarakat terhadap anak-anak. Buktinya, anak menjadi bebas ke mana-mana tanpa pendampingan dan pengawasan.
Untuk itu, pengawasan dan pembinaan di lingkungan menjadi penting untuk dihidupkan, tidak hanya oleh pemerintah, namun juga kelompok masyarakat di lingkungan masyarakat terkecil seperti di lingkungan Rukun Tetangga.
LPAI sudah membentuk Satuan Tugas Perlindungan Anak Tingkat Rukun Tetangga (SPARTA) di lima kabupaten/kota se-Indonesia, di antaranya Tangerang Selatan, Banyuwangi, Bengkulu Utara, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Bitung di Sulawesi Utara. Namun di DKI Jakarta ini, SPARTA belum terbentuk.
"Sampai sekarang kami masih mengkomunikasikan ke beliau (Anies Baswedan). Di beberapa kota kami sudah melakukan pendekatan-pendekatan. Mungkin melalui bapak Kapolres Metro Jakarta Utara bisa melakukan inisiasi untuk menjadikan Jakarta Utara sebagai kota pertama di DKI Jakarta yang membentuk SPARTA untuk selalu hadir memberikan motivasi kepada warga dan pengurus RT," kata Kak Seto.
kak Seto menilai Pemprov DKI Jakarta harus melengkapi seksi lingkungan dengan satu seksi lagi yakni Seksi Perlindungan Anak. Seksi itu bertugas mengadakan pertemuan periodik antarmasyarakat di lingkungan RT untuk mengecek keadaan putra-putri di lingkungan tersebut satu-persatu.
Pertemuan bisa secara daring melalui zoom meeting, atau luring. Intinya setelah SPARTA terbentuk, jadinya pemerintah bisa mendapatkan data keadaan putra putri di lingkungan.
Bagaimana keadaan anak, dicek satu-persatu, tanya sekolah atau tidak. Kalau tidak sekolah, sekarang ada dimana. Warga juga terlibat diberdayakan saling melindungi anak anak.
Karena amanat UU Perlindungan Anak menyatakan bahwa perlindungan anak merupakan tugas bersama bukan hanya pemerintah, tapi orang tua, keluarga, masyarakat, dan media massa.
Seto mengatakan seseorang yang mengetahui kekerasan terhadap anak misalnya penelantaran, ketidakpedulian terhadap anak, sehingga terjerumus menjadi pelaku kriminal, wajib melaporkan kejadian itu agar tidak terkena hukuman pidana maksimal 5 tahun penjara.
"Jadi misalnya tetangga melihat anak dipukul sampai babak belur, terus diam saja dengan alasan takut tersinggung, itu tetap tidak bisa dibenarkan. Jadi harus menegur atau melapor. Lapor ke RT nanti RT lanjut ke Polsek atau Polres, agar tindakan kekerasan secepatnya dihentikan," kata Kak Seto.
Lingkungan yang abai terhadap perlindungan anak, misalnya tempat prostitusi akan mempengaruhi karakter kepribadian anak. Kak Seto memohon kepada Kepala Polres Metro Jakarta Utara lebih memperhatikan tempat rawan seperti itu agar perlindungan terhadap anak-anak bisa dilakukan secara serius.
Selanjutnya Kak Seto mengimbau warga yang mungkin melihat kejadian perundungan terhadap anak, namun pemerintah belum turun tangan, bisa berani bertindak minimal memberikan laporan.
Dia mencontohkan kejadian anak dirantai yang viral di Bekasi. Kejadian itu di-'bunyi'-kan oleh tetangga, sehingga LPAI Bekasi bisa langsung melapor ke polres setempat agar cepat ditindak.