Kasus kekerasan jurnalis alami kenaikan di tahun 2022

id kekerasan jurnalis ,AJI,Kalteng,Kasus kekerasan jurnalis alami kenaikan di tahun 2022,Aliansi Jurnalis Independen, Sasmito

Kasus kekerasan jurnalis alami kenaikan di tahun 2022

Anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar memakai topeng hitam saat mengikuti aksi Hari Kebebasan Pers Sedunia di bawah Jembatan Layang Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (3/5/2021). Aksi yang diikuti puluhan anggota AJI Makassar tersebut menyerukan untuk menghentikan kekerasan dan ancaman bagi jurnalis yang melakukan tugas jurnalistik. ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/rwa. (ANTARA/ABRIAWAN ABHE/ABRIAWAN ABHE)

Jakarta (ANTARA) - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis mengalami kenaikan sepanjang  2022.

"AJI mencatat terdapat 67 kasus kekerasan terhadap jurnalis pada 2022. Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 43 kasus," kata Ketua AJI, Sasmito dalam keterangan persnya yang diterima Antara, Jumat.

Tidak hanya itu, berdasarkan Indeks Kebebasan Pers Dunia 2022 oleh Reporters Without Borders (RSF), Indeks Kebebasan Pers di Indonesia menurun dari skor 62,60 pada tahun 2021 menjadi 49,27 pada tahun 2022. M

Meningkatnya kasus kekerasan jurnalis ini disebabkan beberapa indikator, yakni politik, hukum, ekonomi, sosial, dan keamanan.

Melihat kondisi ini, Sasmito menilai perlunya ada mekanisme khusus untuk melindungi para jurnalis dalam melakukan kerja wartawan.

Tidak hanya itu, penanganan kasus kekerasan jurnalis juga harus menjadi perhatian khusus aparat penegak hukum.

Hal tersebut harus menjadi perhatian khusus demi memberikan rasa aman bagi insan jurnalis dalam menjalankan tugas.

"Pada tahap pelaporan polisi sudah bingung untuk menentukan apakah kasusnya masuk ke dalam kategori kriminal khusus atau kriminal umum, apa lagi untuk mengusut kasusnya lebih lanjut," kata dia.

Tidak hanya Polri, Sasmito berharap kasus kekerasan jurnalis juga menjadi perhatian semua pihak demi menjaga insan demokrasi dalam memberitakan kebenaran.

"Pemahaman yang sama di antara pemangku kepentingan, antara lain, lembaga penegak hukum, Dewan Pers, insan pers termasuk media, dan organisasi masyarakat sipil untuk menyatakan komitmen bersama merawat kebebasan pers di Indonesia," jelas dia.