KPK sita Rp1,5 miliar dari staf DPP Demokrat terkait Bupati nonaktif Ricky Ham

id KPK,staf DPP Partai Demokrat korupsi,korupsi,Ricky Ham,Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham ,Reyhan Khalifa

KPK sita Rp1,5 miliar dari staf DPP Demokrat terkait Bupati nonaktif Ricky Ham

Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri. ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat

Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang sebesar Rp1,5 miliar dari staf DPP Partai Demokrat Reyhan Khalifa terkait penyidikan kasus dugaan korupsi yang menjerat Bupati nonaktif Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak (RHP) sebagai tersangka.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis, mengatakan penyitaan itu dilakukan saat penyidik KPK memeriksa Reyhan Khalifa sebagai saksi, Selasa (23/5), dalam kasus tersebut.

"Dilakukan penyitaan uang Rp1,5 miliar dari saksi dimaksud," kata Ali.

Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik KPK juga memeriksa saksi terkait dugaan aliran dana dari Ricky Ham Pagawak ke sejumlah pihak.

"Tim penyidik mendalami pengetahuan saksi tersebut, antara lain terkait dengan dugaan aliran uang tersangka RHP ke beberapa pihak," tambah Ali.

KPK telah menetapkan Ricky Ham Pagawak (RHP) sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait proyek pembangunan infrastruktur di Kabupaten Mamberamo Tengah, Papua Pegunungan.

Setelah melakukan pengembangan kasus, KPK kemudian menetapkan kembali Ricky Ham Pagawak sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Penyidik KPK kemudian menyita aset RHP sekitar Rp30 miliar, yang diduga terkait penyidikan kasus dugaan TPPU.

Sejak ditetapkan sebagai tersangka, Ricky Ham Pagawak sempat menghilang dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) KPK sejak 15 Juli 2022. Ricky Ham Pagawak sempat melarikan diri ke Papua Nugini selama tujuh bulan.

Pelarian Ricky Ham berakhir setelah penyidik KPK mendeteksi keberadaannya di Indonesia pada awal Februari 2023, hingga akhirnya ditangkap di Abepura pada 19 Februari 2023.

Selain Ricky Ham, KPK juga menetapkan tiga tersangka lain dari pihak swasta selaku pemberi suap, yakni Direktur Utama PT Bina Karya Raya (BKR) Simon Pampang (SP), Direktur PT Bumi Abadi Perkasa (BAP) Jusieandra Pribadi Pampang (JPP), serta Direktur PT Solata Sukses Membangun (SSM) Marten Toding (MT).