"Setelah mencermati pasal yang termuat dalam surat dakwaan a quo, dapat kami sampaikan bahwa terdapat kekaburan terkait dengan waktu terjadinya tindak pidana (tempus delicti) yang dilakukan terdakwa," kata Junaedi Saibih, salah satu penasihat hukum Rafael Alun dalam persidangan pembacaan nota keberatan (eksepsi) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu.
Penasihat hukum Rafael menilai, dakwaan gratifikasi Rp16,6 miliar dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Rp100 miliar yang didakwakan kepada kliennya telah melebihi batas waktu sebagaimana diatur dalam Pasal 78 KUHP.
"Bahwa dalam dakwaan kesatu, terdakwa didakwa atas dugaan perbuatan gratifikasi yang dianggap pemberian suap, yang dilakukan sejak tahun 2002 atau sejak 21 tahun yang lalu," kata penasihat hukum.
Menurutnya, dakwaan pertama tersebut termasuk ke dalam Pasal 78 ayat (1) angka ke-4 KUHP. Adapun pasal tersebut mengatur bahwa kewenangan menuntut pidana hapus karena kedaluwarsa sesudah 18 tahun.
"Bahwa dalam dakwaan kedua, terdakwa didakwa atas dugaan perbuatan TPPU yang dilakukan sejak tahun 2003 atau sejak 20 tahun yang lalu," kata penasihat hukum.
Pihak Rafael Alun menilai dakwaan kedua termasuk dalam Pasal 78 ayat (1) angka ke-3 KUHP yang mengatur bahwa kewenangan menuntut pidana hapus karena kedaluwarsa sesudah 12 tahun.
Baca juga: Rafael Alun didakwa terima gratifikasi senilai Rp16,6 miliar
"Bahwa berdasarkan segenap uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa surat dakwaan a quo beralasan hukum untuk dinyatakan batal demi hukum karena kewenangan penuntut umum untuk menuntut dugaan tindak pidana terhadap terdakwa telah gugur karena kedaluwarsa," imbuhnya.
Kemudian, dalam petitum nota keberatan, penasihat hukum Rafael Alun meminta dakwaan JPU KPK terhadap kliennya dinyatakan gugur.
"Menyatakan penuntutan dari penuntut umum terhadap Perkara Pidana Nomor 75/Pid.Sus-TPK/2023/PN.JKT.PST gugur karena kedaluwarsa," kata penasihat hukum.
Selain itu, pihaknya meminta Rafael dibebaskan dari tahanan, penyidikan dinyatakan tidak sah, meminta aset yang disita dikembalikan, meminta harkat, dan martabatnya dipulihkan.
"Memohon agar kiranya majelis hakim yang mulia untuk berkenan menjatuhkan putusan sebagai berikut, yakni menerima dan mengabulkan nota keberatan atas nama saudara Rafael Alun Trisambodo untuk seluruhnya," kata penasihat hukum Rafael.
Dalam perkara ini, JPU KPK mendakwa Rafael Alun Trisambodo menerima gratifikasi senilai Rp16,6 miliar.
JPU KPK mengatakan gratifikasi itu diterima Rafael Alun bersama dengan istrinya, Ernie Meike Torondek, yang merupakan salah seorang saksi dalam perkara dugaan penerimaan gratifikasi itu.
"Terdakwa bersama-sama dengan Ernie Meike Torondek secara bertahap sejak tanggal 15 Mei 2002 sampai dengan bulan Maret 2013 telah menerima gratifikasi berupa uang, seluruhnya sejumlah Rp16.644.806.137," kata JPU KPK Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (30/8).
Selain itu, Rafael bersama istrinya juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan nilai mencapai Rp100 miliar.
Baca juga: KPK sebeut kasus Rafael Alun bisa jadi preseden penindakan berbasis LHKPN
Baca juga: Kasus Rafael Alun bisa jadi preseden penindakan berbasis LHKPN
Baca juga: KPK usut aliran uang Rafael Alun dalam bisnis investasi