Jakarta (ANTARA) - Pertumbuhan sel abnormal di leher rahim atau serviks yang dipicu oleh infeksi persisten human papillomavirus (HPV) dapat berkembang menjadi kanker serviks.
Sebagaimana dikutip dalam siaran Hindustan Times pada Minggu (9/2), dokter ahli kandungan Nidhi Sharma Chauhan menyampaikan bahwa gejala umum kanker serviks meliputi pendarahan dan pembengkakan vagina, nyeri saat berhubungan seksual, dan nyeri panggul.
Dia mengemukakan bahwa selama kehamilan, beberapa gejala kanker serviks dapat disalahartikan sebagai komplikasi selama kehamilan.
"Mungkin ada keterlambatan dalam mendiagnosis kanker serviks selama kehamilan karena beberapa gejala dapat disalahartikan sebagai komplikasi selama kehamilan," katanya.
Ia menekankan bahwa penanganan kanker serviks tidak boleh ditunda selama kehamilan.
Menurut dia, rekomendasi penanganan kanker serviks pada masa kehamilan disesuaikan dengan usia kehamilan dan stadium kanker.
Baca juga: Kaitan kanker serviks dan menopause
Dokter Chauhan menyoroti pentingnya penentuan stadium kanker serviks dalam perencanaan perawatan selama kehamilan.
"Penentuan stadium kanker serviks harus dilakukan dengan baik sehingga rencana yang paling sesuai dapat ditawarkan kepada ibu hamil," katanya.
Ia menyarankan pelaksanaan pemeriksaan kolposkopi untuk melihat kondisi leher rahim dari dekat selama kehamilan jika diperlukan, karena manfaatnya lebih besar dibandingkan dengan risikonya.
Menurut dia, pemeriksaan juga dapat dilakukan menggunakan teknologi pencitraan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
"Namun, interpretasi MRI mungkin sulit selama kehamilan karena perubahan normal selama kehamilan," katanya.
Baca juga: Apakah imunisasi cukup untuk cegah kanker serviks?
"Untuk kanker serviks stadium awal yang hanya terlokalisasi pada jaringan serviks, biopsi kerucut (pengangkatan sebagian jaringan serviks) dapat dilakukan," ia menambahkan.
Dia menyampaikan bahwa kemoterapi dapat dipertimbangkan untuk diterapkan setelah trimester pertama kehamilan.
"Setelah 22 minggu kehamilan, pengangkatan dan pemeriksaan kelenjar getah bening tidak direkomendasikan karena rahim kini jauh lebih besar dan dapat membahayakan kehamilan. Dalam kasus ini, kemoterapi neoadjuvan direkomendasikan," katanya.
Baca juga: Vaksin HPV resiliensi cegah kanker serviks sejak dini
Baca juga: Awas! Seks usia dini tingkatkan risiko kanker serviks
Baca juga: Vaksinasi kanker serviks berskala nasional digelar mulai tahun depan