Sampit (ANTARA) - Salah seorang pengamat sekaligus praktisi hukum di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah Tasrifinnor menyoroti minimnya respons perusahaan besar swasta (PBS) terkait penertiban lahan yang dilakukan oleh Satgas Garuda Penertiban Kawasan Hutan (PKH).
“Sampai hari ini kita belum ada melihat PBS-PBS yang kebunnya dilakukan penyitaan melakukan upaya perlawanan secara hukum baik itu gugatan keperdataan juga gugatan terhadap dasar hukum operasi dan pembentukan dari Satgas PKH,” kata Tasrifin di Sampit, Senin.
Ia menjelaskan, penertiban kawasan hutan oleh pemerintah pusat melalui Satgas Garuda PKH mulai dilaksanakan sejak Februari 2025, sejauh ini hampir 1,1 juta hektare lahan perkebunan kelapa sawit telah disegel.
Namun, ia mengaku heran karena hingga sekarang belum ada satu PBS pun yang mengajukan perlawanan hukum. Padahal, sebelumnya ada PBS yang mengaku telah mengantongi Hak Guna Usaha (HGU) yang lahannya turut disita pemerintah.
Ia pun menduga, bahwa sebenarnya PBS telah menyadari akan kesalahan mereka yang selama ini menikmati kegiatan ilegal tanpa harus membayar kontribusi maupun mengurus izin pelepasan kawasan hutan kepada negara.
“Sebagai praktisi hukum, saya mempertanyakan hal ini. Karena para konglongmerat sawit seolah tak berkutik di hadapan Satgas, apakah memang Perpres Nomor 5 Tahun 2025 itu tak memiliki celah untuk gugatan hukum di tingkat Mahkamah Agung,” ujarnya.
Baca juga: Kadisdik Kotim: Turnamen mini soccer pelajar melatih sportivitas dan kekompakan
Disamping itu, menurutnya kondisi ini juga berkaitan dengan penindakan oleh Jaksa Agung terhadap salah satu PBS hingga membuat pimpinan perusahaan tersebut dibui, serta berimbas pada perusahaan yang terafiliasi menjadi gertakan hukum bagi PBS lainnya.
Terlebih, dalam Satgas Garuda PKH diisi oleh unsur-unsur penting, mulai dari Menteri Pertahanan, Jaksa Agung, TNI, Polri, BPKP, Menteri Keuangan dan instansi lainnya yang tidak mudah dihadapi tanpa pertimbangan dan persiapan yang matang.
“Dengan struktur lengkap ini saya melihat dari aspek adanya ketakutan dari pengusaha ini. Jika misalnya satgas bisa saja mengorek mengenai kewajiban hukum yang lalai dilakukan oleh para perambah hutan tersebut,” lanjutnya.
Ia menambahkan, penertiban kawasan hutan yang dilakukan oleh Satgas Garuda PKH memang terkesan sewenang-wenang. Terlebih, jika ditelusuri terdapat tumpang tindih aturan di masa lalu yang turut andil terkait penggunaan kawasan yang dinilai melanggar aturan itu.
Namun, menurutnya tindakan yang dilakukan PBS selama ini justru lebih parah dengan menggarap kawasan hutan tanpa izin dan merugikan negara.
“Kalau memang mereka (PBS) merasa benar seharusnya ada upaya perlawanan. Saya yakin, kuasa hukum atau legal dari perusahaan itu semuanya orang yang pintar dan ahli hukum,” demikian Tasrifinnor.
Baca juga: Harga daging ayam di Sampit turun menjadi Rp26 ribu per kilogram
Baca juga: Pemkab Kotim upayakan penyeberangan mobil Sampit-Seranau
Baca juga: Pembenahan Terminal Patih Rumbih Sampit dilakukan bertahap