Jakarta (ANTARA) - Konsultan Bisnis Musik Aldo Sianturi mengatakan keputusan Mahkamah Konstitusi tentang royalti lagu dalam satu pertunjukan dibayarkan oleh penyelenggara pertunjukan perlu diikuti dengan kebijakan turunan yang jelas, terukur dan konsisten.
“Tanpa implementing regulation, keputusan ini berpotensi berhenti di level normatif,” kata Aldo kepada ANTARA, Kamis.
Aldo mengatakan keputusan MK yang mengabulkan permohonan musisi Tubagus Arman Maulana (Armand Maulana), Nazril Irham (Ariel NOAH), serta 27 musisi dan penyanyi lainnya dalam perkara uji materi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, merupakan langkah korektif yang sangat penting dalam tata kelola royalti pada pertunjukan publik di Indonesia.
Setelah adanya keputusan ini, dibutuhkan peraturan mengenai standar operasional yang transparan mulai dari skema tarif, mekanisme pelaporan setlist lagu yang dimainkan dalam pertunjukan musik, sistem pendataan event, hingga skema distribusi royalti berbasis usage-based distribution, bukan estimasi.
“Tanpa transparansi dan kepastian proses, ekosistem live music bisa mengalami regulatory uncertainty yang justru menghambat pertumbuhan industri pertunjukan,” tambahnya.
Aldo mengatakan, secara global pihak penyelenggara acara seperti event organizer atau promotor yang mendapatkan keuntungan dari sebuah pertunjukan, memang menjadi pihak yang membayarkan royalti, bukan dari artis atau pencipta lagu.
Keputusan ini menegaskan prinsip dasar hukum hak cipta (copyright law) bahwa royalti adalah biaya lisensi atas penggunaan karya, bukan beban personal pencipta atau performer. Dengan demikian, risiko bisnis ditempatkan secara proporsional kepada pihak yang mengelola event sebagai entitas komersial.
Aldo mengatakan, dengan adanya keputusan ini seharusnya semakin menegaskan peran strategis yang dimiliki LMK dan LMKN sebagai institusi infrastruktur dalam ekosistem ekonomi musik.Jika dijalankan dengan benar, sistem royalti bukan hanya alat proteksi hak cipta, tetapi juga instrumen pertumbuhan ekonomi musik yang adil bagi pencipta lagu sekaligus sehat bagi penyelenggara acara.
“Harapan saya, kedua lembaga ini bertransformasi menjadi institusi yang data-driven, audit-ready, dan service-oriented, bukan sekadar administratif. Semoga keputusan ini menjadi momentum memperbaiki pondasi bisnis musik Indonesia agar sejajar dengan praktek internasional.” katanya.
