Dewan Sawit Diharapkan Kembangkan Hilirisasi Komoditas Sawit
Jakarta (Antara Kalteng) - Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit mengharapkan upaya Indonesia dan Malaysia membentuk Dewan Negara-negara Penghasil Kelapa Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/CPOP) mampu mengembangkan hilirisasi komoditas tersebut.
"Kami mendukung penuh inisiatif pemerintah untuk membentuk palm council hasil pertemuan Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak sehingga diharapkan mampu kembangkan hilirisasi komoditas ini untuk memberi nilai tambahnya," kata Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDP Sawit) Bayu Krisnamurthi.
Hal tersebut dikatakan Bayu selepas acara Media Gathering di Gedung Graha Mandiri di Jakarta pada Selasa (13/3) ketika menjelaskan pertemuan Presiden Joko widodo dan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak di Istana Bogor, Jawa Barat beberapa waktu lalu.
Menurut Bayu, dengan melakukan seperti itu dewan tersebut bisa berpartisipasi dalam mempertahankan komoditas sawit agar tidak seperti komoditi lain yang menurun setelah masa jayanya yang salah satunya dikarenakan tidak adanya nilai tambah dalam produk tersebut.
"Paling tidak ini jadi kendaraan untuk meningkatkan komoditas ini ke kelas yang lebih tinggi, kita sudah terobosan biodiesel, namun sesungguhnya masih banyak yang lainnya yang bisa dikembangkan sehingga tidak menjatuhkan pasar dan insentifnya ke pengusaha tetap ada. Kita tidak ingin ini menjadi sunset industri," ujarnya.
Dewan sawit tersebut juga, kata dia, penting agar bisa menangani isu terkait komoditas tersebut dengan baik secara bersama mulai dari penelitian untuk meningkatkan produktivitas sampai pada isu lingkungan.
Ketika ditanya apakah dewan ini nantinya berperan dalam penentuan harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), Bayu berpendapat dewan ini nantinya tidak untuk mengatur dan memonopoli harga sawit dunia.
"Tidak, ini tidak bermaksud memonopoli, karena tidak usah diatur juga, price leader itu ada di kita, karena 85 persen itu di kita produksinya sebab naturalnya ini tumbuh di sekitar garis katulistiwa jadi wajar 85 persen," ujarnya.
Dia menambahkan pihaknya berharap dewan sawit tersebut dibentuk untuk melakukan diskusi tentang regulasi serta langkah strategis dalam jangka panjang dan bukan untuk menentukan harga walau harga yang baik itu juga merupakan keinginan Indonesia karena produsen terbesar.
"Tapi alangkah baiknya mekanisme harga berlangsung transparan artinya supply and demand diketahui, informasinya disampaikan lengkap jika ada potensi demand baru atau bahkan mendorong demand baru selain minyak goreng dan biofuel," katanya.
Sebelumnya dikabarkan, kedua negara ini yaitu Indonesia dan Malaysia sepakat untuk membentuk Dewan Negara-negara Penghasil Sawit setelah pemimpin dari kedua negara tersebut bertemu di Istana Bogor, Jawa Barat, Minggu (11/10).
"Kita tahu, 85 persen produksi minyak sawit berasal dari Indonesia dan Malaysia," kata Presiden Joko Widodo, usai menerima kedatangan Najib di Bogor.
"Kami mendukung penuh inisiatif pemerintah untuk membentuk palm council hasil pertemuan Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak sehingga diharapkan mampu kembangkan hilirisasi komoditas ini untuk memberi nilai tambahnya," kata Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDP Sawit) Bayu Krisnamurthi.
Hal tersebut dikatakan Bayu selepas acara Media Gathering di Gedung Graha Mandiri di Jakarta pada Selasa (13/3) ketika menjelaskan pertemuan Presiden Joko widodo dan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak di Istana Bogor, Jawa Barat beberapa waktu lalu.
Menurut Bayu, dengan melakukan seperti itu dewan tersebut bisa berpartisipasi dalam mempertahankan komoditas sawit agar tidak seperti komoditi lain yang menurun setelah masa jayanya yang salah satunya dikarenakan tidak adanya nilai tambah dalam produk tersebut.
"Paling tidak ini jadi kendaraan untuk meningkatkan komoditas ini ke kelas yang lebih tinggi, kita sudah terobosan biodiesel, namun sesungguhnya masih banyak yang lainnya yang bisa dikembangkan sehingga tidak menjatuhkan pasar dan insentifnya ke pengusaha tetap ada. Kita tidak ingin ini menjadi sunset industri," ujarnya.
Dewan sawit tersebut juga, kata dia, penting agar bisa menangani isu terkait komoditas tersebut dengan baik secara bersama mulai dari penelitian untuk meningkatkan produktivitas sampai pada isu lingkungan.
Ketika ditanya apakah dewan ini nantinya berperan dalam penentuan harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), Bayu berpendapat dewan ini nantinya tidak untuk mengatur dan memonopoli harga sawit dunia.
"Tidak, ini tidak bermaksud memonopoli, karena tidak usah diatur juga, price leader itu ada di kita, karena 85 persen itu di kita produksinya sebab naturalnya ini tumbuh di sekitar garis katulistiwa jadi wajar 85 persen," ujarnya.
Dia menambahkan pihaknya berharap dewan sawit tersebut dibentuk untuk melakukan diskusi tentang regulasi serta langkah strategis dalam jangka panjang dan bukan untuk menentukan harga walau harga yang baik itu juga merupakan keinginan Indonesia karena produsen terbesar.
"Tapi alangkah baiknya mekanisme harga berlangsung transparan artinya supply and demand diketahui, informasinya disampaikan lengkap jika ada potensi demand baru atau bahkan mendorong demand baru selain minyak goreng dan biofuel," katanya.
Sebelumnya dikabarkan, kedua negara ini yaitu Indonesia dan Malaysia sepakat untuk membentuk Dewan Negara-negara Penghasil Sawit setelah pemimpin dari kedua negara tersebut bertemu di Istana Bogor, Jawa Barat, Minggu (11/10).
"Kita tahu, 85 persen produksi minyak sawit berasal dari Indonesia dan Malaysia," kata Presiden Joko Widodo, usai menerima kedatangan Najib di Bogor.