Pasokan Batubara Cukup Untuk Proyek 35.000 MW ?

id batubara, aplsi, produsen listrik swasta, proyek listrik 35.000 MW

Pasokan Batubara Cukup Untuk Proyek 35.000 MW ?

Ilustrasi - Penambangan batu bara. (istimewa)

Jakarta (Antara Kalteng) - Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) mengingatkan bahwa pasokan batu bara yang merupakan salah satu hal penting dalam proyek 35.000 megawatt terancam habis pada masa mendatang.

"Cadangan batu bara di dalam negeri tidak akan sanggup menghidupi pembangkit pada proyek 35.000 MW ke depan. Menurut penelitian, komoditas ini akan habis pada tahun 2035," kata Ketua Harian APLSI Arthur Simatupang, di Jakarta, Senin.

Hal tersebut, menurut Arthur, membuat pengembang pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) sangat cemas karena diperlukan pasokan batu bara yang cukup untuk keberlangsungan proyek yang juga menjadi salah satu program andalan pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Kekhawatiran itu, ujar dia, dinilai juga bakal berpengaruh terhadap semangat pengembang menggarap proyek 35.000 MW.

Ia mengungkapkan, berdasarkan penelitian, komoditas itu akan habis pada 2035, sedangkan kontrak PPA PLTU berumur 25 tahun sehingga Indonesia ke depannya dinilai harus mengimpor batu bara untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik 35.000 MW.

Arthur juga mengatakan, dengan mengacu pada harga komoditas saat ini, jumlah batu bara yang ada tersebut tidak akan cukup untuk memasok 18 GW PLTU dan diperkirakan bakal habis pada tahun 2035.

Sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dalam sejumlah kesempatan menyatakan, kondisi perlambatan ekonomi yang dirasakan secara nasional pada saat ini sebenarnya merupakan momentum yang tepat untuk mengurangi penggunaan batu bara dalam program kelistrikan di Tanah Air.

"Ekonomi melambat saat tepat bagi pemerintah kurangi batu bara dalam rencana listrik 35.000 MW," kata Direktur Eksekutif Nasional Walhi saat itu Abetnego Tarigan (sekarang digantikan Nur Hidayati, Red).

Menurut dia, perlambatan ekonomi menjadi momen tepat untuk melakukan konservasi sumber daya alam, bukan justru mengeksploitasinya secara besar-besaran.

Hal tersebut, lanjutnya, dapat dilakukan dengan mengembangkan energi terbarukan semakin tepat karena biaya lingkungan dan sosial dari energi fosil, seperti batu bara dinilai justru akan makin memperlambat ekonomi itu sendiri.

Peneliti Unit Kajian Walhi Pius Ginting menyatakan saat ini adalah waktu yang tepat bagi pemerintah untuk melakukan perubahan atas program listrik 35.000 MW.

"Program tersebut didominasi pembangkit listrik menggunakan batu bara di Pulau Jawa, yakni sebanyak 12.400 MW. Sementara itu, di luar Pulau Jawa banyak mengalami krisis, Sumatera Utara dan Aceh kekurangan listrik sebanyak 9 persen," kata Pius.

Ia mengingatkan bahwa tingkat permintaan pertumbuhan listrik selalu lebih tinggi di luar Pulau Jawa dibandingkan dengan di Pulau Jawa.