Kemenristekdikti: Pemotongan Dana Penelitian Tidak Dibenarkan

id Kemenristekdikti, Pemotongan Dana Penelitian Tidak Dibenarkan, Dana Penelitian, LPPM Untad

Kemenristekdikti: Pemotongan Dana Penelitian Tidak Dibenarkan

Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Istimewa)

Palu (Antara Kalteng) - Saksi dari Kementerian Riset Tekonologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Dasmelita, menyatakan, pemotongan dana penelitian yang berlaku di Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Tadulako (Untad) Palu tahun 2014-2015 tidak dibenarkan dan sudah menyalahi aturan.

Dasmelita sendiri merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemendikti, yang dimintai keterangannya dalam dugaan kasus korupsi dana LPPM Untad, di Pengadilan Tipikor, Pengadilan Negeri (PN) Palu, Senin.

Sidang lanjutan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Made Sukanada itu mengagendakan pemeriksaan saksi lainnya dari Kemendikti, diantaranya Utik Widaryanti selaku KTU.

Dasmelita menambahkan, proses pencairan dana penelitian dari Kemendikti dilakukan setelah adalah laporan kemajuan penelitian, kemudian dilakukan monitoring dan evaluasi (monev).

"Setelah monev, baru dicairkan oleh Kantor Pusat Perbendaharaan Negara (KPKN). Jadi semua pertanggungjawaban mutlak ada di pihak kedua, dalam hal ini perguruan tinggi, karena di dalam panduan tidak dibenarkan pemotongan," tutur Desmelita.

Menurutnya, bila perguruan tinggi membuat permintaan tertulis, maka akan kita tolak.

Sementara saksi Utik mengatakan, pencairan dilakukan setelah menerima laporan pertanggungjawaban (LPJ) tahap pertama sebesar 70 persen dan tahap kedua 30 persen.

Pada persidangan sebelumnya, majelis hakim juga memeriksa Rektor Universitas Tadulako (Untad), Prof Muhammad Basir Cyio.

Dalam kesaksiannya, Basir Cyio mengakui adanya temuan dari Inspektorat Dikti di LPPM Untad, bulan Oktober tahun 2014 sebesar Rp276 juta.

Basir juga mengaku tidak tahu mengenai pemotongan atau fee dana LPPM sebesar lima persen dari setiap peneliti. Sepengetahuannya, pemotongan tersebut memang tidak dibenarkan, baik kepada pengabdi maupun peneliti.

Pada persidangan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Asmah mendakwa Dr Sultan melakukan korupsi berupa pemotongan dana penelitian sebesar 5 persen pada tahun 2014-2015, masing-masing Rp172,35 juta di tahun 2014 dan Rp419,725 juta di tahun 2015.

Selain itu, ada dana yang tidak dibayarkan ke peneliti, masing-masing Rp172,35 juta di tahun 2014 dan Rp146,25 juta di tahun 2015, cicilan pembayaran kepada peneliti Rp30.9 juta sehingga totalnya Rp287.7 juta. 

"Total kerugian Rp905,142 juta," kata JPU.

Sementara terdakwa Fauziah didakwa korupsi pemotongan dana penelitian sebesar 5 persen pada tahun 2014-2015 senilai Rp617,442 juta dan dana yang tidak dibayarkan ke peneliti sebesar Rp287,7 juta. 

Akibat perbuatan keduanya, negara mengalami kerugian sebesar Rp905,142 juta. Keduanya diancam pidana sebagaimana diatur dalam dakwaan primer pasal 2 dan subsidair pasal 3 UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.