Muara Teweh (Antara Kalteng) - Panitia Khusus DPRD Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah tentang rencana tata ruang eilayah kabupaten mendesak pemerintah daerah untuk menciutkan sebagian luas lahan tambang batu bara di daerah ini.
"Wilayah izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi batu bara diciutkan saja. Sebaiknya kita masukkan lahan yang diciutkan itu untuk kepentingan masyarakat," kata anggota Pansus RTRWK DPRD Barito Utara (Barut) Taufik Nugraha di Muara Teweh, Senin.
Menurut Taufik, efek dari perizinan tambang untuk kehidupan masyarakat di Kabupaten Barito Utara tidak selamanya baik, terutama pasca operasi tambang, seolah-olah tidak ada lagi pihak yang bertanggungjawab.
"Jadi nantinya siapa yang memang bertanggungjawab dalam pemulihan lingkungan ataupun kegiatan reklamasi tersebut," kata Taufik politisi dari PDI Perjuangan ini.
Adapun anggota Pansus RTRWK asal Fraksi Partai Persatuan Pembangunan H Abri menyarankan, agar pemerintah meninjau ulang izin yang telah dikeluarkan. Sebab, umumnya luasan satu IUP Operasi produksi bisa mencapai 5 ribu hingga 6 ribu hektare.
"Luasan ini bisa diciutkan menjadi seribu atau maksimal 2 ribu hektare saja. Tapi itu semua perlu dipelajari lebh dahulu," kata Abri.
Sedangkan anggota Pansus lainnya Helma Nuari Fernando menegaskan, masyarakat desa sekitar wilayah tambang sering tersisih, setelah lahannya menjadi lahan tambang. Operasional tambang juga terbatas karena akan habis. Kalau warga punya lahan untuk bertani dan berkebun, hasilnya bersifat jangka panjang.
Menanggapi desakan para anggota Pansus, Ketua Pansus RTRWK Purman Jaya menyatakan sikap serupa.
"Soal tambang, kita dukung supaya lahannya diciutkan. Kita tidak berniat membatasi operasi tambang, tetapi jangan sampai malah mengurangi areal peruntukan/penggunaan lainnya," kata politisi dari PKB ini.
Berdasarkan data Dinas Pertambangan Kalteng 2016, luas areal tambang di Kabupaten Barito Utara mencapai 793.918,4 hektare. Sementara data dalam draft Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten 2011-2031 luas tambang batubara operasi produksi hanya tersisa 14.281,06 hektare dan masuk dalam kategori Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK).
Luasan tersebut yang didesak anggota Pansus RTRWK DPRD Barito Utara untuk diciutkan.