Sampit (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resort Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah melakukan observasi pasca kasus serangan buaya di Desa Lampuyang dan menilai lokasi tersebut tak biasa dibanding kasus-kasus sebelumnya.
“Lokasi serangan kali ini berbeda dari yang biasanya, tidak ditemukan adanya warga yang memelihara ternak dan kemungkinan warga membuang bangkai atau sampah rumah tangga juga kecil karena lokasinya jauh dari pemukiman,” kata Komandan BKSDA Resort Sampit Muriansyah di Sampit, Rabu.
Berdasarkan data BKSDA Resort Sampit kasus serangan buaya di wilayah Desa Lampuyang, Kecamatan Teluk Sampit termasuk tertinggi di wilayah Kotim. Sejak 2018 tercatat ada 11 kasus serangan buaya, termasuk kejadian belum lama ini.
Namun, kasus yang terjadi kali ini terbilang berbeda jika melihat dari lokasi serangan. Pada 10 kasus serangan sebelumnya sebagian besar berlokasi di muara Sungai Lampuyang yang menurut observasi BKSDA lokasi itu merupakan habitat buaya.
Muriansyah yang pernah meninjau langsung kondisi Sungai Lampuyang menyebutkan hanya dengan waktu tempuh sekitar 30 menit dari desa menuju muara sungai keberadaan buaya sudah bisa ditemukan.
“Bahkan, kalau keterangan warga kalau malam hari bisa puluhan ekor buaya yang muncul di sungai,” imbuhnya.
Kemudian, adanya aktivitas warga yang mencari kerang di lokasi itu juga menjadi alasan tingginya kasus serangan buaya. Apalagi ketika mencari kerang, warga tidak segan untuk terjun langsung ke sungai.
Selain itu, adanya kebiasaan warga yang memelihara unggas di sekitar sungai, membuang sampah rumah tangga hingga bangkai langsung ke sungai juga menjadi penyebab buaya masuk ke kawasan pemukiman dan meningkatkan potensi serangan terhadap manusia.
Seperti yang terjadi di Sungai Seranggas, salah satu lokasi yang tercatat adanya kasus serangan buaya di wilayah Desa Lampuyang. Sementara, kasus serangan buaya yang terjadi pada Senin (13/1) lalu di Sungai Pasir berbeda dengan kondisi dua sungai di atas.
Baca juga: Legislator Kotim harapkan PBS tingkatkan kontribusi dalam pembangunan
Pertama, lokasi itu awalnya adalah rawa-rawa, walau disebut Sungai Pasir tapi sebenarnya hanya semacam irigasi galian warga, sehingga kecil kemungkinan lokasi itu dijadikan tempat tinggal buaya dengan ukuran empat meter lebih seperti keterangan keluarga korban.
Baru beberapa bulan lalu lokasi itu dibuka untuk lahan perkebunan kelapa sawit dan dilakukan pengerukan hingga membuat petak-petak lahan menggunakan alat berat, sehingga Sungai Pasir itu sedikit lebih lebar dari sebelumnya.
“Dari yang kami lihat kemarin lebar Sungai Pengaringan itu sekitar empat meter, itupun karena baru dikeruk untuk pembukaan lahan. Kalau sebelumnya mungkin lebih sempit apalagi rimbunnya rumput liar,” lanjutnya.
Kedua, lokasi Sungai Pasir cukup jauh dari pemukiman warga. Meskipun, ada pondok milik warga namun tidak ada aktivitas pemeliharaan ternak dan kemungkinan warga membuang sampah rumah tangga maupun bangkai ke sungai pun kecil.
Jarak antara Sungai Pasir dan muara Sungai Lampuyang yang menjadi habitat buaya pun terbilang cukup jauh, yakni 2,5 - 3 kilometer, dan melewati jalan raya. Sebelumnya juga belum pernah ada laporan kemunculan buaya di Sungai Pasir.
“Kalau buaya itu datang dari muara jaraknya lumayan jauh, tapi warga setempat mengaku pernah melihat buaya menyeberang jalan. Korban bersama keluarganya juga baru tiga hari tinggal di situ karena pembukaan lahan, jadi baru tau kalau di situ ada buaya,” lanjutnya.
Belajar dari kejadian ini, pihaknya pun mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan. Karena kini buaya tidak hanya muncul di sungai besar, bahkan sungai kecil yang sering kali tidak diduga.
“Contoh lainnya di Sungai Parebok tahun lalu, buaya berukuran 4,5 meter menyerang seorang warga hingga menyebabkan korban meninggal dunia, padahal sungai itu tidak begitu lebar. Jadi, dikhawatirkan buaya-buaya berukuran besar naik ke sungai kecil,” ujarnya.
Sementara itu terkait dengan kasus serangan buaya di Desa Lampuyang baru-baru ini, Muriansyah telah mengunjungi para korban guna mengumpulkan informasi terkait kronologi kejadian.
Baca juga: Pemkab Kotim upayakan pembebasan lahan untuk gedung PKP-PK bandara
Korban pertama bernama Sari yang mengalami luka parah di bagian betis dan paha sebelah kanan bekas cakaran dan gigitan. Korban kedua bernama Kipli, adik sepupu Sari, yang mengalami luka robek di pangkal paha ketika hendak menolong Sari.
Keterangan dari suami Sari, Burhan menyampaikan serangan buaya terjadi sekitar pukul 17.00 WIB, saat Sari mencuci pakaian di tepi sungai. Buaya tiba-tiba menyerang dari dalam air, menyeret dan menenggelamkan korban. Kedalaman air saat itu sekitar 1,6 meter.
Melihat kejadian itu, Burhan dan Kipli menceburkan diri ke sungai untuk menolong Sari. Sempat terjadi perlawanan hingga Sari terlepas dari gigitan buaya, setelah Burhan berhasil mencolok mata satwa tersebut.
Saat membantu Sari naik ke daratan, Kipli yang masih di dalam air menjadi sasaran berikutnya dari hewan predator. Saat Kipli akan diseret ke dalam air, adik Sari datang dan menarik tangan Kipli, sempat terjadi tarik-menarik sampai akhirnya Kipli berhasil diselamatkan.
“Dari keterangan keluarga korban, proses itu berlangsung cukup lama bukan hanya semenit dua menit,” tambahnya.
Setelah berhasil diselamatkan, kedua korban digendong ke jalan raya yang jaraknya kurang lebih satu kilometer dari pondok untuk dibawa ke rumah sakit. Beruntung di tengah jalan ada mobil menjemput sehingga proses penyelamatan bisa lebih cepat.
Kedua korban selamat kini telah dipulangkan ke rumah masing-masing setelah mendapat penanganan medis. BKSDA Resort Sampit pun memberikan sumbangan pada para korban yang mengalami musibah.
“Kami juga menawarkan untuk memasang pancing atau jerat di lokasi itu untuk menangkap buaya, namun warga mengaku belum siap dan masih trauma, apalagi lokasinya jauh dari desa. Jadi sementara itu yang bisa kami lakukan,” demikian Muriansyah.
Baca juga: Dukung Program MBG, Bulog Kotim siap jadi perantara vendor dan supplier
Baca juga: Disdik Kotim teliti data peserta didik penerima makanan bergizi gratis
Baca juga: BUMDes di Kotim semakin menggeliat