Banjarmasin (Antara Kalteng) - Sekretaris Jenderal Perhimpunan Petani Pedagang dan Industri Rotan Kalimantan (PEPPIRKA) Irwan Riadi mengatakan bahwa saat ini kondisi petani rotan benar-benar sangat memprihatinkan. Selain harga rotan yang anjlok, serapan rotan untuk industri dalam negeri kini juga hanya 15 persen.
Irwan mengatakan larangan ekspor rotan tidak hanya merugikan petani tetapi juga pemerintah yang kehilangan pendapatan dari cukai rotan hingga Rp54 miliar per tahun.
Menurut Irwan, berdasarkan data yang dia dapat dari beberapa perusahaan eksportir, sebelum ditutup pendapatan cukai Kalsel, khusus untuk rotan tidak kurang dari Rp54 miliar per tahun.
Setiap kontainer, kata Irwan, eksportir harus membayar ke bea cukai secara resmi sebesar Rp27 juta per kontainer, setiap bulan, pengiriman rotan setengah jadi ke berbagai negara mencapai 200 kontaier, jadi Rp27 juta dikalikan 200 kontainer menjadi Rp5,4 miliar per bulan.
"Jumlah tersebut, bila dikalikan sepuluh bulan saja, maka pendapatan dari cukai tersebut bisa mencapai Rp54 miliar per sepuluh bulan," katanya.
Kini, kata dia, pendapatan pemerintah dari cukai tersebut nol, karena sejak dikeluarkannya keputusan larangan ekspor rotan, pengusaha maupun petani rotan tidak lagi bisa menjual rotannya.
Bahkan beberapa perusahaan rotan, kini juga banyak gulung tikar, karena menderita kerugian, akibat stok rotan kualitas ekspor siap kirim tidak jadi bisa dikirim.